#1 Mini Challenge Plot
- 민희경
- Feb 2, 2021
- 25 min read

ㅤㅤ# Mini Challenge Plot.
ㅤㅤ✾ .. — ——————— · ·
ㅤㅤㅤㅤㅤ2O21년O1월13일
ㅤㅤㅤㅤㅤ:: Gyeonghan 고등학교,
ㅤㅤㅤㅤㅤ:: current time.
ㅤㅤㅤㅤㅤ:: 최여름, 민희경, 한카이,
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ변차오름, & 이시우.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ· · ——————— — .. ✾
ㅤ
CHOI YEOREUM
ㅤㅤㅤMendapat tempat duduk di barisan paling belakang membuat Yeoreum merasa bersyukur bukan kepalang. Spot tersebut seolah memang ditakdirkan untuk menjadi milik sang puan, yang sepanjang jam pelajaran hampir tidak pernah—tepatnya, tidak bisa—menyimak penjelasan guru di depan. Jika dipersentasekan, mungkin dia hanya menggunakan lima persen waktunya di kelas untuk betul-betul belajar. Dua puluh persen biasanya dia gunakan untuk tidur dan tujuh puluh persen sisanya ia pakai untuk mengerjakan hal lain. Menebak-nebak menu yang disediakan kantin saat jam makan siang nanti, berdoa agar bel pulang sekolah segera berdenting, dan mencoret-coret halaman buku catatannya adalah yang paling sering.
ㅤㅤㅤYah, belajar memang bukan sesuatu yang paling disukainya. Yeoreum sudah berusaha cukup keras—sudah pernah maksudnya; sekarang tidak lagi—namun sepertinya otak sang puan bukan didesain untuk melalap ilmu ‘pasti’ yang diajarkan di sekolah. Seberapa pun kerasnya ia belajar, informasi yang seharusnya terserap justru memantul kembali ke luar. Sel-sel dalam kepala Yeoreum seolah sudah membuat antibodi terhadap berbagai rumus dan hafalan.
ㅤㅤㅤOrangtuanya bahkan sudah menyerah membuat putri sulung merekamenjadi murid yang pintar. Jika dahulu sang ibu kerap memarahinya usai pembagian laporan hasil belajar, belakangan perempuan itu hanya menatapnya sambil tersenyum getir dan menghela napas. Yeoreum tidak tahu apakah itu pertanda baik atau justru sebaliknya.
ㅤㅤㅤTerlahir bodoh—coret; kurang pintar memang sangat merepotkan. Apalagi jika kau tidak punya banyak uang.
ㅤㅤㅤKembali ke latar awal cerita kita tadi: salah satu bangku barisan paling belakang di kelas X.C yang ditempati oleh Choi Yeoreum. Kali ini, gadis itu tampak tertidur dengan dahi menyentuh lipatan tangan di atas meja. Dia baru terjaga ketika bel pergantian jam pelajaran berdenting dan guru mata pelajaran matematika—atau sejarah? Demi Dewa, Yeoreum sama sekali tidak menyimak! Pokoknya, dia baru bangun tatkala guru mata pelajaran sebelumnya pamit meninggalkan ruangan.
ㅤㅤㅤOh, rupanya ini masih terlalu dini untuk bersenang-senang. Yang berbunyi tadi itu baru bel pergantian jam pelajaran, bukan bel pulang. Artinya, dia masih harus ‘belajar’ untuk waktu yang lebih lama. Astaga, mengingat hal tersebut membuat kantuk kembali menyambangi pelupuk mata. Yeoreum menguap sembari meregangkan tubuhnya yang terasa sedikit sakit karena dipakai tidur di tempat yang tak semestinya.
ㅤㅤㅤBaru saja ingin kembali tidur, Bapak Cha Hyunseok—guru ilmu pengetahuan alam—masuk ke dalam ruangan. “Selamat siang, anak-anak,” sapa sang adam yang segera disambut seisi kelas. “Hari ini, kita akan melakukan praktikum di laboratorium. Bawa serta barang berharga kalian, jangan ditinggalkan di kelas. Untuk kelompok sudah saya bagikan, daftarnya ada di mading depan lab.”
ㅤㅤㅤMendengar hal tersebut, Yeoreum membelalakkan mata. Celaka! Kalau begini ceritanya, dia tidak bisa tidur lagi dong?!
HAN KAI
Hari ini, konsep Han Kai adalah zombie. Di bawah matanya ada lingkaran hitam, alisnya berkerut permanen, bibirnya maju lima senti, langkah kakinya diseret dan postur badannya bungkuk tanda lelah. Rasanya dia mau menggantung tanda 'Jangan Ganggu!' dilehernya, tapi Kai sudah hidup cukup lama untuk tahu kalau tidak semua kemauannya bisa diiyakan dengan mudah oleh semesta.
Kepada fakta itu, Kai mengumpat dalam hati.
Kai berjalan ke laboratorium seperti orang mati alias tidak niat, matanya kosong, bayangannya mengawang ke makanan-makanan enak yang dia rindukan—bukan cuma kurang tidur, ternyata Kai lapar.
Ravioli! Jokbal! Hamburger! Rasanya kalau ada yang memberikannya sebuah permen, Kai mungkin akan menitikkan air mata bahagia. Sambil berdoa dia tidak tahu-tahu ngiler di tengah pelajaran, Kai buru-buru menghapus lamunannya dari kepala.
Dia mengambil tempat duduk di sebelah Siwoo—anggota kelompok praktikumnya—hanya menyapa dengan anggukan kepala seadanya. Dia mengamati teman-teman sekelompoknya satu-satu.
Sains bukan pelajaran yang mudah masuk ke kepalanya, jadi dia berharap teman-teman sekelompoknya tidak banyak neko-neko dan bisa membantunya.
Guru di depan mulai menerangkan konsep praktikum hari ini ketika semua murid sudah memasuki laboratorium.
Semua informasinya masuk kuping kiri keluar kuping kanan, dan Kai malah lebih fokus menahan diri untuk tidak menguap.
Kai nyaris gagal beberapa kali, tentu, dan malah membuat mata Kai berair saking kerasnya dia menahan kantuk. Mulai kesal sendiri, Kai mulai mencoret-coret ujung buku praktikumnya, hanya agar ada sesuatu yang dilakukan.
MIN HEEKYUNG
Setelah satu hari bolos sekolah dengan alasan sakit —padahal ia hanya diam di rumah. Karena sang ayah yang khawatir akan putrinya yang melihat gadis malang itu terjatuh.
s
Bahkan sampai membawa psikiter ke rumah agar dirinya berkonsultasi —ayahnya memang sangat berlebihan.
Akhirnya Heekyung kembali bersekolah hari ini, apa boleh buat jika ia tidak ingin tertinggal lebih banyak mata pelajaran.
Suasana sekolah saat ia melewati lorong loker masih penuh dengan bisikkan para murid mengenai rumor kejadian kemarin lusa.
Sejujurnya ia merasa tidak nyaman, namun apa boleh buat, itu hak mereka, Heekyung hanya bisa menutup telinganya dan berusaha menyamankan diri selagi bersekolah disini.
Dalam hati, ia berharap semuanya akan kembali terasa ceria dan menyenangkan. Yang pergi pun semoga ia pergi menuju sisi terbaik Tuhan, Amin.
Suara bel pertanda mata pelajaran berakhir sedikit mengagetkan si gadis, Min Heekyung tengah melamun menatap area olahraga dari jendela disamping tempat duduknya.
"Ah.. sekarang sains" Ia bergumam sembali menutup buku, kemudian mengganti buku catatan dengan mata pelajaran sains.
Cha Hyunseok-saem memasuki kelas sambil menyapa anak-anak muridnya. "Selamat siang, Sonsengnim." Sapanya –tidak semangat.
Sebenarnya Min Heekyung merasa sangat mengantuk karena sudah siang pula tenaganya terkuras oleh mata pelajaran di pagi hari.
Namun ia menahannya sembari mengemut beberapa permen dengan rasa Americano —yang sepertinya manjur membuat Heekyung tahan tidak tertidur, meskipun masih lesu.
Beberapa anak-anak lain pun sepertinya terlihat seperti dirinya —sudah lelah dan tidak memiliki gairah.
"Hari ini, kita akan melakukan praktikum di laboratorium. Bawa serta barang berharga kalian, jangan ditinggalkan di kelas. Untuk kelompok sudah saya bagikan, daftarnya ada di mading depan lab.”
Hyunseok-saem berucap, hingga membuat beberapa anak yang sudah terpejam, tiba-tiba bangun karena panik, termasuk min Heekyung.
"Yah.. aku tidak bisa santai." Gumamnya –agak kesal, karrna ia tau pasti laboratorium berbahaya. Akan berbahaya jika dirinya tidak fokus di dalam laboratorium.
Tungkainya berdiri lalu berjalan menuju loker di barisan belakang kelas, ia membuka lokernya dan mengambil jas lab disana.
Tidak banyak yang dibawa hanya ponsel pintar, dompet, satu pulpen dan satu buku catatan. Ia pusing jika harus menjadi 𝘳𝘦𝘮𝘱𝘰𝘯𝘨, terlalu banyak barang yang dibawa.
Mengikuti siswa lain, Heekyung berjalan keluar ruangan kelas dan menuju laboratorium yang terletak tidak jauh dari kelasnya.
BYUN CHAOREUM
Jam pelajaran pertama yang telah lalu mengantar Byeon Chaoreum memasuki ruang laboratorium sains dengan senyum terlengkung di parasnya. Suasana hatinya baik bukan main. Pujian yang berhasil dikantungi dari Park Gyuri-𝑠𝑠𝑎𝑒𝑚 di kelas matematika seusai menyelesaikan sederet soal persamaan kuadrat di depan kelas membuat rumit materi pembelajaran tak lantas menguras bar energinya hari itu. Dan tekadnya sekarang adalah untuk menstabilkan semangat dan pencapaian itu hingga semua aktivitas kelasnya berakhir sore nanti.
Siapa takut?
Pun proyeksinya itu telah dimulai pada awal pelajaran kedua ini. Bebunyian samar dari ujung ballpoint kepunyaannya yang bergesek dengan kertas tak putus terdengar. Barisan instruksi yang diterangkan Hyunseok-𝑠𝑠𝑎𝑒𝑚 disalinnya ke dalam buku catatan dengan tekun.
Pengamatan protozoa menggunakan mikroskop. Menarik.
⠀⠀⠀𝐽𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎𝑖 𝑎𝑑𝑎 𝑔𝑒𝑙𝑒𝑚𝑏𝑢𝑛𝑔 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 𝑘𝑒𝑡𝑖𝑘𝑎 𝑚𝑒𝑚𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑎𝑐𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑢𝑡𝑢𝑝.
⠀⠀⠀𝐴𝑚𝑎𝑡𝑖 𝑝𝑟𝑒𝑝𝑎𝑟𝑎𝑡 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟𝑎𝑛 𝟺𝟶𝑥.
Diberinya garis bawah tanda penekan pada frase 'gelembung udara' dan 'perbesaran 40x' sebagai notasi penting. Tidak terdengar sulit, menurutnya. Hanya tinggal berharap, teman-teman satu kelompokㅡpandangnya terangkat dari buku catatan untuk memindai singkat eksistensi anak-anak yang duduk satu meja dengannya. Senyum simpul anak perempuan itu lalu mencelos mendapati beberapa wajah terlihat jelas tak tertarikㅡakan mau berkooperasi dengan apik sehingga kegiatan pengamatan akan berjalan tanpa hambatan.
"Baiklah," kedua belah telapak Hyunseok-𝑠𝑠𝑎𝑒𝑚 bertepuk sekali untuk mengumpulkan fokus anak-anak didiknya. "Jika tidak ada pertanyaan, silakan pindahkan sampel air yang akan diteliti ke dalam gelas ukur, lalu mulailah melakukan pengamatan kalian."
Kalimat itu disuarakan sebagai aba-aba dimulainya kegiatan praktikum. Chaoreum menaruh alat tulisnya perlahan. Kemudian melipat kedua lengannya di atas meja.
"Oke," vokalnya pelan.
Diliriknya singkat tulisan tangan barang sejenak. Memastikan ulang tak ada instruksi bias atau membingungkan pemahamannya. Netra si gadis bungsu Byeon kini beredar memandangi murid-murid yang duduk melingkari meja.
"Ada yang bersedia untuk menyiapkan sampel air?"
LEE SIWOO
⠀⠀⠀⠀Lee Siwoo tak menyia-nyiakan banyak waktu ketika instruksi untuk pindah ke laboratorium sains disampaikan Cha Hyunseok. Raga jangkungnya bangkit dari kursi di deret belakang, tak menjangkau alat tulis atau barang berharga apa pun selain ponsel genggam yang memang sejak awal telah terselip di dalam saku celana. Perihal buku pelajaran yang sempat terlirik dan dipertimbangkan apakah perlu diboyong serta, Siwoo putuskan untuk menyelipkannya ke dalam laci saja. Ia rasa benda itu tidak akan berperan banyak di sana.
⠀⠀⠀⠀Begitu syarat melekat dan menyatakan siap, pemuda Lee menyambung kiprah menuju tempat tujuan lebih awal. Ketika ia tiba, ibu jarinya lantas menyentuh permukaan kertas yang tertempel di majalah dinding depan ruang laboratorium. Jempol itu kemudian turun mengikuti garis tabel selagi manik tengah sibuk memindai nama sandangan sendiri.
⠀⠀⠀⠀Rupanya, Siwoo akan berkelompok dengan Byeon Chaoreum yang ia ketahui menjabat sebagai ketua kelas, sementara tiga nama lainnya masih cukup baru untuk dikenali dikarenakan perubahan anggota kelas di pertengahan waktu ini.
⠀⠀⠀⠀Begitu menjumpai apa yang dicari, beranjaklah taruna Lee dari posisi, pun berakhir merehatkan raga di atas salah satu kursi dengan meja melingkar. Tak berselang lama, seluruh kepala di dalam kelompoknya berkumpul lengkap. Siwoo menyahut sapaan Kai lewat gurat wajah, tepat sebelum sang pengajar kembali meminta atensi dengan membuka suara.
⠀⠀⠀⠀Sejauh Siwoo manyimak, tiada tanggapan berarti yang terlihat. Entah ia sudah paham atau justru karena sedang tak mampu menyerap sepotong materi pun. Namun, ketika salah satu teman kelompoknya mengaju tanya, barulah pemuda sulung ini menunjukkan sedikit reaksi, “Sebaiknya jangan aku.”
⠀⠀⠀⠀Sejujurnya Siwoo tak mengelak, hanya jaga-jaga kekosongan pikirannya tak menciptakan kemungkinan terburuk yang sempat ia refleksikan. Tahu diri bahwa siang ini dirinya tak menyimak dengan baik.
CHOI YEOREUM
ㅤㅤㅤMau tidak mau, Yeoreum harus menahan keinginan untuk tidur siang paling tidak hingga praktikum ini berakhir. Tidur di laboratorium bisa tampak terlalu mencolok dan dia pasti akan tertangkap basah lebih cepat. Lagipula, jika menyangkut tugas atau kerja kelompok, gadis itu masih berusaha untuk tahu diri dan tidak membebani teman-temannya yang lain.
ㅤㅤㅤSelepas mengambil buku catatan dari kolong meja dan menyelipkan sebatang pena di sana, Yeoreum melangkah ke bagian belakang kelas untun menyambangi loker miliknya. Sama seperti yang lain, dia mengeluarkan jas laboratorium sebelum menutupnya kembali. Lalu, tungkai pun melangkah mengikuti teman-temannya yang lain.
ㅤㅤㅤNona Choi menyempatkan diri untuk berhenti sejenak di depan mading yang dimaksud Pak Guru Cha. Selepas menelisik daftar nama anggota di mana sang puan adalah salah satu anggotanya, Yeoreum pun masuk ke laboratorium dan menduduki kursi yang melingkari salah satu meja. Dia mengenakan jas laboratorium yang sejak tadi dijinjing kuasa, lantas membenahi ikatan ekor kuda pada rambut hitamnya agar kelak tidak merepotkan.
ㅤㅤㅤ“Mohon bantuannya, teman-teman!” pinta Yeoreum pada keempat rekan satu kelompoknya: Byun Chaoreum si ketua kelas, Min Heekyung, Lee Siwoo, dan Han Kai. Terbatasnya kemampuan sang dara dalam bidang akademik betul-betul membuatnya bergantung pada orang-orang ini.
ㅤㅤㅤPak Guru mulai menerangkan tata cara praktikum. Mulanya, Yeoreum tidak tahu apa yang harus ia lakukan selain mendengarkan. Namun, melihat Chaoreum mencatat dengan seksama, gadis itu tergerak untuk melakukan hal serupa. Dia memegang pena dan membuka buku catatannya; berusaha mendengarkan dengan baik apa yang diucapkan Pak Guru Cha dan menyalinnya ke atas kertas. Namun, lambatnya kinerja otak Yeoreum dalam menangkap dan memproses kata membuat sosoknya kewalahan. Alhasil, kalimat-kalimat yang tertulis di atas buku catatan sang puan menjadi tidak utuh dan lebih mirip coretan asal-asalan.
ㅤㅤㅤAduh, bahkan menulis seperti ini saja dia tidak becus.
ㅤㅤㅤMaka, tatkala Chaoreum bertanya siapa yang mau mengambil air untuk kebutuhan praktikum, Yeoreum langsung mengangkat tangan dengan penuh semangat. “Biar aku saja!” serunya tegas. Dia mengambil gelas ukur berukuran besar yang tersedia di atas meja, lalu bangkit dari posisi duduknya; berniat untuk menghampiri jajaran wastafel di salah satu sisi ruangan.
ㅤㅤㅤHanya ini satu-satunya hal yang dapat ia lakukan agar terlihat sedikit berguna.
HAN KAI
Kai sebisa mungkin tidak menyerah pada kantuknya selama pelajaran, dan lebih intens menggambari ujung buku paketnya dengan beruang-beruang kecil. Soal catatan yang bolong-bolong, bisa dipikir nanti. Sekarang yang penting bangun dulu.
Dan ternyata, usahanya membawa hasil baik—dia mulai pelan-pelan bisa fokus dengan apa yang dibicarakan Bapak Guru Cha di depan.
Belum mengerti sepenuhnya memang, tapi setidaknya dia tidak benar-benar buta. Kai menatap coretan kepala beruang yang dia gambar dan dalam hati bilang terima kasih.
Melihat titik terang, Kai berinisiatif mengajukan diri ketika Chaoreum bertanya siapa yang bisa mengambil sampel air dengan salah satu teman lainnya—Choi Yeoreum.
"Denganku saja, kalau begitu," gumamnya sambil berdiri. "Kita butuh berapa banyak, memangnya?"
Kai mengambil dua gelas ukur yang ada dan memberikan yang satu pada Choi Yeoreum. Tanpa betul-betul menunggu, Kai mengisi gelas ukur di tangannya lebih dulu, mengira-mengira sendiri sebisanya.
Sesekali gelasnya diangkat, diteliti sendiri apa permukaan airnya mencapai garis yang dia mau, menuangkan sedikit ke wastafel dan mengisinya lagi sampai puas.
"Sebegini cukup, kan? Perlu ditambah lagi?" Dia menunjukkannya pada teman sekelompoknya yang lain, lalu menaruhnya di meja, di hadapan Heekyung dan Siwoo.
MIN HEEKYUNG
Heekyung berjalan dengan terburu-buru menuju laboratoroum. Tangannya sibuk mengenakan white jacket sambil berjalan, bahkan beberapa anak meliriknya.
Tidak lupa– rambut panjangnya ia ikat dengan sebuah karet yang selalu bersarang di saku rok sekolahnya.
Sepertinya rencana Heekyung untuk tidak terlihat 𝘳𝘪𝘣𝘦𝘵 masih hanya wacana.
Beberapa anak berhenti sambil melihat mading di depan laboratorium, dirinya pun sama. "Byun Chaoreum, Choi Yeoreum, Han Kai, Min Heekyung Lee Siwoo."
Ia bergumam sembari membaca urutan kelompok untuk praktikum kali ini.
Jika dilihat, kelompoknya tidak begitu beruntung. Anak-anak yang selalu mengantuk –termasuk dirinya, berada di satu kelompok yang sama. Terkecuali si ketua kelas —Byun Chaoreum.
Ada gadis udik –Choi Yeoreum, Han Kai si teruna yang sempat menatapnya saat pesta beberapa waktu lalu, dan ada Lee Siwoo, dia selebriti yang terlihat kurang bersahabat –bagi Heekyung, mungkin karena mereka jarang mengobrol.
Tungkainya melangkah pada meja persegi panjang yang cukup besar. Bergabung dengan kawannya yang lain yang tentunya sudah duduk, Heekyung kemudian menyimpan alat tulis yang dibawanya di atas meja.
"Halo semuanya, aku Min Heekyung. Mohon bantuannya" Ucapnya dengan ceria, sembari membungkukkan badan sekilas.
Sepertinya gadis itu harus serius saat ini jika tidak ingin ada bencana yang menimpa kelompoknya saat praktikum.
"Teman-teman, aku menuliskan laporan dan hasil pengamatan kalian ya?" Heekyung mengajukan diri, kebetulan si gadis –Choi Yeoreum menyerah untuk mencatat.
"Anak-anak berikut format lembar laporan sudah saya sediakan, kalian tinggal mengisinya sesuai hasil pengamatan dan instruksi ya." Ucap Hyunseok-saem sambil memberikan beberapa kertas pada setiap kelompok –termasuk pada dirinya.
Gadis itu menuliskan nama kawan-kawannya dengan rapi, sesekali melirik Choi Yeoreum dan Han Kai yang begitu banyak berbicara hanya karena sebuah air.
Gadis itu memejamkan matanya sekilas sambil melihat hasil pekerjaan Siwoo dan air yang Kai ambil untuk keperluan praktikum kelompok
"Sudah cukup." Jawabnya singkat sembari menuliskan catatannya kembali.
Sejujurnya ia cukup sebal dengan Han Kai, bukannya Yeoreum yang lebih dahulu akan melakukan pekerjaan itu? Namun Kai malah melakukannya lebih dulu.
Ia melirik dengan iba pada –Choi Yeoreum. Tapi Min Heekyung memilih diam daripada kegiatan mereka nanti kacau.
"Chaoreum-ah, tahap selanjutnya kita akan melakukan apa?"
BYUN CHAOREUM
Diskusi kecil di kelompoknya terinterupsi sebentar oleh Hyunseok-𝑠𝑠𝑎𝑒𝑚 yang membagikan lembar blanko untuk diisi dengan dokumentasi hasil pengamatan nantinya. "Terima kasih, 𝑆𝑠𝑎𝑒𝑚" si gadis menyempatkan diri untuk menundukkan kepala singkat.
Berterima kasih kepada sang guru.
Lalu, mengiyakan ucapan Heekyung yang berinisiatif untuk menuliskan laporan penelitian. 𝑌𝑒𝑜𝑘𝑠𝘩𝑖, sekretaris kelas Min Heekyung.
Kini, atensinya dikembalikan kepada dua anggota yang menawarkan diri untuk menyiapkan sampel air.
Choi Yeoreum menanggapinya lebih dulu.
Namun, karena Han Kai lebih sigap untuk langsung mengambil alih tugas, Chaoreum jadi hanya melirik sekilas ke arah Yeoreum sebelum menganggukkan kepala. Menyetujui sahutan Heekyung yang baru saja menjawab pertanyaan Kai.
"Cara kerjanya menginstruksikan untuk mengambil 50 mililiter air. Tapi, kalau bisa langsung menemukan protozoanya di percobaan pertama, kita tidak akan membutuhkan sebanyak itu." Terangnya.
Berasumsi perihal persiapan sampel air sudah selesai, si gadis menggulirkan pandang kembali ke buku catatannya.
Bergumam pelan sebentar, sebelum akhirnya kembali bersuara, "Lee Siwoo, bisa nyalakan dan bersihkan lensa mikroskopnya?"
"Heekyung-ah,"
Sebelah tangan Chaoreum bergerak untuk mengambil enam buah kaca preparat yang tersusun di dalam keranjang alat-alat laboratorium di meja kelompoknya. Mengulurkan tiga diantaranya kepada Heekyung.
Pikirnya, akan lebih menghemat waktu jika mempersiapkan beberapa preparat sekaligus untuk mengantisipasi kegagalan pengamatan objek yang sangat mungkin terjadi.
"Kita sterilkan ulang kaca preparatnya sebelum digunakan."
Sifat naluriahnya membuat Byun Chaoreum dengan otomatis meluncurkan titah pada teman-teman satu kelompoknya. Sekalipun tak ada yang benar-benar menobatkannya sebagai ketua kelompok praktikum hari itu.
LEE SIWOO
⠀⠀⠀⠀Selama proses penjabaran materi yang dilakukan Pak Cha, Siwoo sempat melirik ke beberapa teman sekelompok pula kelompok lain. Bukan bermaksud kepo atau ingin membuang fokus pada hal tak berguna, hanya saja menurutnya atmosfer hari ini terasa cukup berbeda; sendu, membuat masing-masing persona terlihat malas dan tidak bersemangat, termasuk pula dirinya yang antara acuh tak acuh dalam menyimak.
⠀⠀⠀⠀Bila diperhatikan, hanya segelintir dari kelompoknya yang menaruh keseriusan dalam pelajaran siang ini, sisanya tampak sibuk sendiri dengan pena dan buku cetak atau tulis yang kini berubah fungsi menjadi buku gambar. Siwoo tak bereaksi apa pun selain memperhatikannya dalam hitungan sekon.
⠀⠀⠀⠀Selepas kalimat yang dituturkan Siwoo menjawab pertanyaan Chaoreum, sebetulnya tak semata bahwa dirinya enggan atau malas beranjak. Akan tetapi, untunglah Yeoreum dengan cepat menyahut dan segera pergi menuju wastafel untuk melaksanakan tahap pertama dari kerja kelompok mereka. Begitu pula dengan Han Kai yang turut melaksana hal serupa.
⠀⠀⠀⠀“Oh? Oke, terima kasih, Heekyung.” tanggap Siwoo ketika Min Heekyung mengajukan diri sebagai notulis saat lembar laporan diterima masing-masing kelompok. Tak berselang lama, Han Kai kembali dan mengajukan pertanyaan pemastiaan yang langsung saja disambut oleh anggukan serta jawaban pemuda Lee, “Menurutku sudah.” Melirik gelas ukur yang dibawa Yeoreum, sepertinya memang yang mereka perlukan sudah cukup.
⠀⠀⠀⠀Sebelum semuanya mendarat di atas meja, Lee Siwoo berdiri dan menyampirkan barang-barang yang menumpuk di sana sembari menatanya agar tak terlihat berantakan serta memberikan ruang lebih luas bagi wadah-wadah yang akan mereka gunakan dalam praktikum.
⠀⠀⠀⠀Bertepatan dengan itu, Chaoreum memberinya instruksi. Siwoo mengangguk singkat sebelum beralih pada alat mikroskop untuk dinyalakan dan dibersihkan lensanya. Pemuda itu selalu terlihat serius ketika berkutat dalam tugas maupun pekerjaannya. Maka dari itu, untuk sekarang dan selanjutnya, akan sulit melihat dirinya pasif atau bermain-main.
CHOI YEOREUM
ㅤㅤㅤLho ...?!
ㅤㅤㅤYeoreum tertegun selama beberapa saat manakala sosok Kai tahu-tahu ikut berdiri dan menginterupsi pekerjaannya. Oke, mungkin ‘menginterupsi’ bukanlah kata yang tepat untuk menggambarkan apa yang pemuda itu lakukan. Gadis itu tahu bahwa sang adam berniat membantu, namun ... bukankah itu artinya mereka harus melakukan ini bersama-sama? Tapi, mengapa dia justru menampung air lebih dulu dan bersikap lebih seperti mengambil alih /job desk/-nya dibandingkan bekerja sama?
ㅤㅤㅤAduh ... kok ini semua mulai terasa menyebalkan, ya? Tidak biasanya Yeoreum terusik oleh masalah sekecil ujung kuku macam ini. Tapi, tetap saja. Dia merasa sedikit kesal. Ada yang tahu tanggal berapa sekarang? Apakah ini efek dari kesensitifannya yang selalu menyala-nyala beberapa hari sebelum datang bulan?!
ㅤㅤㅤKendati begitu, Yeoreum mencoba untuk tidak menunjukkan perasaan jengahnya secara gamblang. Gadis itu menghela napas dalam-dalam, lalu kembali memasang senyum tipis di paras—menggantikan belalak mata yang secara impulsif sempat dilakukan. Dia melirik gelas ukur di tangannya yang masih kosong, lalu memutuskan untuk kembali ke meja tanpa mengisinya terlebih dahulu. Toh, teman-temannya yang lain bilang air yang dibawa Kai sudah cukup, ‘kan?
ㅤㅤㅤ“Ah, jadi kita hanya membutuhkan lima puluh mililiter air?” tanya Yeoreum manakala Chaoreum menjelaskan tentang jumlah air yang mereka perlukan. Gadis itu adalah satu-satunya orang yang tampak mengerti apa yang harus kelompok mereka lakukan. Setidaknya bagi Nona Choi. Tapi, melihat gerak-gerik ketiga teman lainnya ... mereka pun sepertinya berpendapat sama?
ㅤㅤㅤ“Kalau begitu, aku akan menakar ulang!” sahut Yeoreum cepat. Gadis itu mengambil gelas ukur lain yang berukuran sedikit lebih kecil; lalu menarik lebih dekat gelas ukur berisi air yang tadi Han Kai ambil di wastafel. Dia berniat untuk memindahkan lima puluh mililiter air dalam gelas ukur tersebut ke gelas ukur baru yang masih kosong.
ㅤㅤㅤKali ini, Yeoreum akan berusaha keras. Dia ingin melakukan pekerjaannya dengan baik dan tak akan membiarkan satu orang pun mengambil alih seperti tadi!
HAN KAI
Ini sebuah pembelaan awal: mungkin Kai memang sedang tidak enak suasana hatinya, dikarenakan dia kurang tidur dan kurang makan. Hyung-nya selalu bilang, kalau kau cepat kesal, berarti sudah waktunya makan. Kalau kau cepat lelah, berarti sudah waktunya tidur. Hari ini, Kai merasakan dua-duanya, menjadi satu di bawah satu emosi maha menyebalkan: tidak rasional.
Teman sekelompoknya, Yeoreum, mengambil gelas ukur yang tadi Kai isi untuk mengisi gelas ukur baru dengan air sebanyak lima puluh milimeter dengan hati-hati. Harusnya, ini tidak jadi masalah. Kai yang rasional tahu bahwa membiarkan orang lain melakukan sesuatu dengan tenang akan berujung baik.
Sayangnya, hari ini Kai melihat ini sebagai masalah.
"Hei— tunggu, biar aku saja," ujarnya, mulai meraih gelas ukur dari tangan Yeoreum. "Lebih aman kalau dilakukan di atas wastafel, kalau-kalau tidak sengaja tumpah—kalau kena buku nanti basah," adalah argumennya.
Tanpa permisi, gelas di tangan Yeorum dia tarik ke arahnya—pelan, kok, tidak terlalu gegabah—sedang langkahnya kembali mengarah ke wastafel.
Di pikirannya, ini sama sekali tidak memperkeruh suasana. Sikap tersirat Yeoreum dan ekspresi Heekyung yang kelihatan sama kesalnya terlewat dari atensi Kai.
Toh, dia hanya jaga-jaga agar kalau airnya tumpah, tumpahnya tidak akan ke atas meja.
Setelah satu gelas ukur kecil yang kosong resmi di tangan, fokus Kai pindah pada salah satu gelas ukur yang masih di tangan Yeoreum—yang masih ada airnya. Tangan Kai yang masih kosong dia julurkan dan tengadahkan tanda meminta. Dia tatap Yeoreum dengan tatapan datar. "Kemarikan airnya," pintanya, tidak sadar nada suaranya mudah sekali jadi bahan salah paham.
"Aku bilang kan, biar aku saja."
MIN HEEKYUNG
Ia mendengar Han Kai meninggikan suaranya, begitu juga Choi Yeoreum yang tak mau kalah. Min Heekyung, kembali memutar bola matanya –dengan jengah.
Dirinya tidak tahan dengan suasana seperti ini, hingga gadis itu menyimpan penanya di atas meja dengan sedikit keras.
Membuat beberapa kawannya menoleh pada dirinya –yang jelas terlihat kesal.
Tungkainya melangkah menghampiri Han Kai dan Choi Yeoreum. Menatap kedua orang itu dengan bergantian –dengan tangan yang terlipat di dadanya.
Ini bukan pertanda baik, Min Heekyung siap saja meluncurkan roket di mulutnya yang akan membuat kelompok ini menjadi benar-benar kacau.
"Han Kai, ada yang salah denganmu?"
Ia memposisikan dirinya di samping Choi Yeoreum, ucapannya tidak terdengar keras namun cukup didengar dua orang yang berada di dekatnya ini.
"Kupikir aku harus mengingatkanmu, Kai. Yeoreum sudah bilang akan melakukan pekerjaan ini, dan dia menyanggupinya lebih dulu darimu, Han Kai."
Ucapannya terdengar tegas. Ia Berhenti selama beberapa detik untuk mengatur intonasi bicaranya yang sudah mulai tidak terkendali.
"Berhentilah merebut pekerjaan orang lain. Biarkan dia belajar, lagipula kau bisa melakukan bagian lain." Heekyung menatap lelaki jangkung itu tanpa menoleh sedikitpun.
Meluncurkan satu-persatu kata yang bisa saja menyakiti Kai, yang sudah jelas terlihat tidak stabil.
Jemari Heekyung meraih gelas pengukur yang digunakan dan mengambil dengan tangan kanannya. Berniat memegangnya hingga Kai pergi.
"Dan kalian berdua menjadi berisik hanya karena sebuah air dan gelas pengukur."
Heekyung menolehkan wajahnya pada Choi Yeoreum –dalam sekilas.
Benar saja, Heekyung memperkeruh suasana dengan mulut tajamnya yang mulai melemparkan beberapa misil pada Kai dan Yeoreum.
Meskipun ia gadis yang netral, tapi tidak dapat dipungkiri juga bahwa sikap Han Kai lebih keterlaluan pada Choi Yeoreum hingga membuatnya terlihat lebih berpihak dalam keadaan seperti ini.
Ya, meskipun akhirnya ia menegur kedua orang itu karena berisik.
Beberapa orang menatapnya dengan tatapan –heran, sudah terhitung berbulan-bulan bahkan sejak sekolah masuk Heekyung tidak pernah bersitegang dengan seseorang.
Baru kali ini mereka mendengarkan Heekyung berkata dengan cukup menusuk, seperti tidak memikirkan konsekuensi perkataan yang dikeluarkannya. Karena ikut terlarut dalam emosi.
Inilah sikapnya yang dulu, dirinya yang dulu pembawa masalah dan superior mulai kembali lagi.
BYUN CHAOREUM
"Sedang apa sih, mereka? Mengapa lama sekali?"
Decak pelan meluncur dari bibir Chaoreum ketika Yeoreum dan Kai, yang mendapat tugas sesederhana mengambil sampel air, tak kunjung kembali ke kursi masing-masing. Bahkan ketika Heekyung berdiri dan menyusul keduanya.
Seharusnya, seperti pelajaran matematika di jam pertama tadi, percobaan sains ini berjalan mulus bagi Chaoreum. Sudah disimaknya instruksi praktikum dari 𝑆𝑠𝑎𝑒𝑚 dengan serius. Sudah disalinnya pula dengan teliti ke buku catatan.
Malahan, ia sudah berusaha memastikan satu per satu anggota kelompoknya memahami apa yang harus dilakukan untuk bekerja sama.
Tapi, lihat apa yang mereka lakukan sekarang. Membuat keributan kecil hanya karena perihal sepele.
Demi Tuhan. Tidak bisakah mereka melakukan bagian kerjanya masing-masing dengan tenang?
Dalam diamnya, pasang bola mata si gadis Byun mendelik. Ketika itu lah pandangnya menangkap apa yang terlihat sebagai progres kerja dari kelompok di meja-meja lain.
Beberapa dari mereka terlihat telah mulai mengamati objeknya di bawah lensa mikroskop. Bahkan ia mendapati kelompok di seberang ruang menahan pekik girang merekaㅡtidak kah itu artinya mereka berhasil menemukan protozoa dalam sampel mereka.
Kening Chaoreum berkerut dibuatnya.
Tidak. Tidak bisa begini. Geram ambisinya mulai tersulut. Dirinya tak mau ada kelompok lain yang mengungguli kelompoknya sendiri. Dia tidak mau menerima jika usahanya sia-sia akibat segelintir orang yang sulit diajak kerja sama.
Chaoreum menarik napas dalam.
"Lee Siwoo, apa sudah selesai?" Pertanyaan itu sebetulnya tak perlu divokalkan.
Chaoreum cuma perlu menoleh untuk memeriksa apakah anak lelaki itu telah selesai menyiapkan mikroskop yang akan digunakan.
Hanya saja, ia butuh distraksi kecil agar tak terlampau memusingkan apa yang mungkin terjadi di wastafel sana. Untuk saat ini, ia akan bersabar dan menunggu. Sebentar lagi.
LEE SIWOO
⠀⠀⠀⠀“Mm, sudah.” Siwoo menyahut sekenanya, selaras dengan kuasa kinan yang menggeser alat ke posisi yang menurutnya paling tepat. Di saat bersamaan, Siwoo dapati situasi yang cukup mengumpan atensi, berjarak beberapa langkah dari posisi. Sesuatu yang lebih kecil bila disebut pertikaian, tetapi tak cukup besar untuk dianggap konversasi sengit pengundang tengking tenggorokan. Lebih-lebih, Min Heekyung turut andil menyerukan rasa kekinya. Mungkin begitu. Siwoo tak mengetahui jelas masalah apa yang ketiganya galakkan.
⠀⠀⠀⠀Sebab sekon per sekon terus disia-siakan, dan pekerjaan mereka semakin tertunda, taruna Lee merasa perlu melantangkan baritonnya. Sekerat tanya diujar dari tempat berpijak, “Apakah masih lama?” Bukan sekadar imbuhan, melainkan imbau dan desak agar mereka segera bergegas dan beranjak dari tahap mula. Terselip jua nada separuh menggerutu di sana. Mengapa mereka harus pakai acara bertengkar segala, sih? Masih banyak tugas lain yang dapat dibagi rata.
CHOI YEOREUM
ㅤㅤㅤBelum sempat Yeoreum memindahkan setetes pun air dari dalam gelas ukur lama ke gelas ukur baru, sebuah tangan tahu-tahu ‘mencuri’ gelas ukur yang masih kosong dari jangkauan tangannya. Kelopak mata gadis itu kontan melebar sempurna, dan kekesalan yang sejak tadi berusaha disembunyikannya meluap ke permukaan tanpa bisa dicegah. Dan, sudah bisa ditebak bukan siapa pemilik tangan yang lagi-lagi berniat untuk mengambil alih pekerjaannya?
ㅤㅤㅤ“YA! HAN KAI!” Yeoreum; tanpa sengaja melepaskan suara bervolume tinggi dan frekuensi melengking. Demi Tuhan, yang satu itu adalah reaksi impulsif. Salahkan Tuan Han karena sudah membuatnya sedemikian emosi!
ㅤㅤㅤYeoreum mengikuti Kai ke area wastafel dengan langkah menghentak-hentak. Di tangannya, masih terdapat gelas ukur berisi air yang langsung ia amankan dalam dekapan erat. Perbuatan Han Kai tadi benar-benar menyulut habis sumbu emosi si gadis yang tinggal sepanjang satu buku jari.
ㅤㅤㅤ“Aku setuju jika air ini harus dipindahkan di wastafel, tapi ... mengapa KAU yang harus melakukannya?” tanya Yeoreum; memberi penekanan lebih pada kata ‘kau’ untuk menegaskan bahwa pemuda itulah yang salah.
ㅤㅤㅤHingga Min Heekyung tiba-tiba hadir di antara keduanya untuk menengahi—coret; lebih tepat jika disebut memperkeruh situasi. Yeoreum mengangguk kuat ketika gadis itu berkata bahwa dirinyalah yang lebih dulu menyanggupi pekerjaan ini. Dan, maniknya menyorot sosok Han Kai dengan tatapan yang seolah berkata “kamu dengar itu?” manakala Heekyung menyuruhnya untuk berhenti merebut pekerjaan orang lain. Masalah mereka berdua memang menimbulkan keributan; tapi, dilihat dari sisi mana pun, bukankah anak laki-laki ini yang memulai segalanya?!?!?!
ㅤㅤㅤ“Seharusnya kau yang memberikan gelas ukur itu padaku!” kata Yeoreum kemudian, menilik gelas ukur kosong yang masih berada di tangan Kai. Mengabaikan permintaan pemuda untuk menyerahkan gelas berisi air di dekapannya, Nona Choi justru menjulurkan tangan dan menarik paksa gelas ukur kosong dari tangan si pemuda. Tegasnya, “Kemarikan gelasnya! Aku bilang ‘kan, aku yang akan melakukannya!”
ㅤㅤㅤDengan sengaja, Yeoreum memilih kata-kata yang serupa dengan apa yang Han Kai tuturkan. Biar saja jika pemuda itu kesal. Toh, ini memang sudah menjadi hak dan kewajibannya sejak awal. Kalau memang Kai ingin melakukannya, mengapa dia tidak mengajukan diri lebih dulu dari sang puan? Padahal, kalau memang begitu kasusnya, Yeoreum pun tidak akan ambil pusing dan memilih untuk meminta Chaoreum memberinya pekerjaan lain.
ㅤㅤㅤDasar lelaki menyebalkan!
ㅤㅤㅤTapi kok, sepertinya merebut gelas ukur kosong ini tidak semudah yang dia bayangkan ya? Mungkin perbedaan tenaga antara laki-laki dan perempuan juga memberi pengaruh besar; tapi, mengapa dia tidak menyerah saja sih?!
ㅤㅤㅤMasih tidak mau kalah, Yeoreum menarik gelas ukur tersebut dengan lebih kuat. Air yang menggenang dalam gelas ukur yang ia dekap sampai memercik tumpah, namun gadis itu sama sekali tidak memedulikannya.
HAN KAI
Ledakan Yeoreum membuatnya berjengit dan berhenti sejenak, mengerjap-ngerjap. Pelan-pelan, di otak yang defisit makanan dan tidur, Kai mencerna kejadian yang baru saja terjadi.
Yeoreum menarik balik gelas ukur tersebut sambil teriak: kenapa Kai yang melakukannya? "Kenapa?" Tanya Kai balik, heran. "Ya karena aku membantumu, lah?"
Dia bilang seperti itu fakta paling jelas sedunia, tetapi mungkin efek yang dia mau dari pernyataan tersebut dibalik lagi dengan tangannya yang sekali lagi menarik gelas ukur tersebut.
"Lihat," katanya, menunjuk percikan air yang jatuh ke jas laboratorium Yeoreum, "kau saja menumpahkan ke bajumu sendiri?"
Kesal mulai tumbuh, membuat alis Kai berkerut jadi satu. "Aku ini membantu agar lebih cepat," dia membantah gusar pada Heekyung, "apa mau melanjutkan debat kusir tidak penting ini selagi Chaoreum dan Siwoo menunggu?"
Dengan sekali sentakan, dia menarik Yeoreum lagi dengan maksud sekalian menarik orangnya saja ke arah wastafel. Gelas ukur itu resmi pindah tangan, walau Kai harus membayarnya dengan membiarkan isinya tumpah sebagian—ke lantai, ke lengannya sendiri, dan mungkin bahkan sedikit kena Yeoreum lagi.
Kai mulai merasa sedikit bersalah di sini, walaupun dia memilih untuk lebih baik mati daripada mengakuinya. Dengan sebuah delikan terakhir diarahkan ke Yeoreum dan Heekyung—yang mungkin sudah sama kesalnya dengannya—Kai sepenuhnya mengabaikan beberapa lirikan penasaran dari teman sekelas dan bergegas melangkah lagi ke wastafel dan hendak menyalakan keran.
Sambil menyumpah-serapah dalam kepala, Kai sepenuhnya tidak sadah bahwa aksinya ini jelas akan mengundang kekacauan.
MIN HEEKYUNG
Heekyung menghela nafasnya, dengan berat.
Suasana semakin tidak terkendali dengan Yeoreum yang kembali merebut dan juga Han Kai yang tak mau kalah —merebut gelas ukur juga hingga isinya sebagian tumpah.
Kedua orang itu tidak berhenti berdebat bahkan setelah Heekyung memberikan beberapa teguran.
𝘈𝘬𝘶 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢?
Ia melirik sekitar, sedikit khawatir karena Chaoreum dan Siwoo sudah memanggil mereka bertiga. Agenda bisa kacau jika mereka terus /stuck/ dan tidak ada kemajuan dalam praktikum kali ini.
Heekyung melihat kelompok lain dengan gusar, gadis itu menggigit bibirnya.
Mereka bahkan sudah melakukan progress kelompok lebih cepat dibanding dengan kelompoknya. Ia khawatir, rasa ambisi-nya yang cukup kuat membuat gadis itu panik melihat keadaan kelompoknya tertinggal.
"Yaa! Han Kai!" Ia tidak berteriak— hanya mengucap dengan nada yang begitu ditekankan. Ia mulai kehilangan control diri.
"Sekarang pergi dari sini dan kau bisa mengamati bakteri-nya nanti." Jemarinya menggenggam gelas yang dipegang oleh Kai untuk diberikannya pada Yeoreum.
Heekyung menarik gelas ukur –dengan kuat karena Kai menahan gelas tipis itu di genggaman tangannya.
Menatap tuan muda Han itu dengan marah karena ia sudah memerintahkan-nya untuk pergi dari sini.
𝘔𝘦𝘯𝘺𝘦𝘣𝘢𝘭𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘭𝘪.
Heekyung siapa sih sampai memerintah?
Sempat terlintas di pikirannya. Tapi, masa bodoh. Di saat seperti ini jika tidak tegas maka Han Kai tidak akan mundur.
"Lepaskan!" Heekyung kini mulai menaikkan suaranya— ia tidak segan mendorong Han Kai hingga pria itu mundur dan melepaskan genggamannya pada gelas ukur.
PRAANG!!
Pecah. Gelas ukur yang direbutnya pecah begitu saja, hingga potongan gelas kaca berserakan dengan air yang tumpah, mengotori lantai.
Semua orang terdiam, hening. Melihat ke arah Dirinya–Yeoreum–Kai, yang menjadi pusat kekacauan di laboratorium hari ini.
𝘈𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘢𝘬𝘶 𝘭𝘢𝘬𝘶𝘬𝘢𝘯?
𝘔𝘦𝘮𝘢𝘭𝘶𝘬𝘢𝘯.. 𝘢𝘴𝘵𝘢𝘨𝘢.. 𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢...
Heekyung terdiam karena otaknya memikirkan segala cara untuk menyelamatkan wajahnya serta kelompoknya saat ini.
Namun masalah tidak hanya itu, hanya berselang satu detik, ia berpikir. Akibat dorongannya, Tubuh Han Kai menabrak orang lain.
Kekacauan lainnya muncul.
Jujur saja, kepalanya semakin pening. Belum lagi nanti Ssaem akan menegur kelompok mereka akibat kekacauan yang terjadi hari ini, ia semakin khawatir jika akan ada nilai yang dikurangi.
"죄송 해요.." Ia mengucapkannya dengan cepat kedua netranya melirik Kai dan Yeoreum bergantian.
Berada di keadaan genting membuat otak Heekyung bekerja menjadi lebih cepat. Ia kembali mengambil gelas ukur dan memberikannya pada Yeoreum.
"Cepat ambil airnya, kelompok kita harus selesaikan praktikum ini. Biar aku yang merapihkan kekacauannya." Ucap Heekyung.
Ia segera berjongkok dengan merogoh saku white jacket-nya, mengambil saputangan dari dalam sana dan merapikan pecahan gelas kaca yang berserakan
dengan bantuan sapu tangan.
Heekyung merenungkannya.
Tidak seharusnya tadi ia panik dengan merebut hingga memecahkan gelas. Bukan masalah materi yang harus diganti, namun bagaimana orang-orang akan memandangnya setelah ini.
Dan juga, nasib kelompoknya dipertaruhkan.
BYUN CHAOREUM
Chaoreum mengetuk-ketukkan ujung kukunya ke atas meja. Masih mencoba menahan sabarnya yang perlahan mulai terkikis. Matanya tak henti mencuri lirik ke arah tiga kepala yang masih berkumpul dekat wastafel.
Selagi tak henti berkali-kali menolak keinginan untuk memeriksa progres kelompok lain lagi.
Yang justru membuat ya merasa semakin gusar.
𝘉𝘢𝘪𝘬𝘭𝘢𝘩, 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘶𝘩𝘪𝘵𝘶𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘮𝘱𝘢𝘪 𝘴𝘦𝘱𝘶𝘭𝘶𝘩. Isi kepalanya mulai memutuskan solusi.
Jika hitungannya habis dan mereka bertiga belum juga kembali, Chaoreum akan menyusul dan, entahlah, membantu? Mengomeli? Tergantung situasi.
Jadi, ia mulai berhitung dalam hati.
𝑆𝑎𝑡𝑢.
𝐷𝑢𝑎.
𝑇𝑖𝑔𝑎.
𝐸𝑚𝑝𝑎𝑡.
PRAANG!!
Belum mencapai lima, namun hitungannya terhenti. Dan suara beling yang berserak di lantai bukanlah bebunyian yang ingin didengarnya di ruang laboratorium.
Kepalanya refleks tertoleh ke arah titik datangnya suara.
Mendapati bahwa gelas kaca yang seharusnya sudah kembali ke meja, malah pecah terkeping dekat wastafel.
"Apa sih yang kalian pikirkan?" Kesalnya memuncak. Geraknya otomatis dinavigasi menuju Yeoreum, Kai, dan Heekyung.
Sebelum 𝑆𝑠𝑎𝑒𝑚 menepuk pundaknya dari belakang, menghentikannya sambil mengatakan sesuatu tentang "beling" dan "berbahaya". Tak terlalu jelas terdengar. Kepala Chaoreum terlalu kalut dipenuhi kemungkinan konsekuensi yang bisa didapat oleh kelompoknya.
Padahal sudah mengusahakan yang terbaik. Siapa sangka ujungnya malah jadi seperti ini. Adil kah jika harus ikut menanggung akibat dari kekacauan sementara ia tidak ikut terlibat di dalamnya?
Isi kepalanya meneriaki jawaban "tentu saja tidak" dengan lantang.
LEE SIWOO
⠀⠀⠀⠀Ada pikir juga sesal yang berkerumun di atas kepala Siwoo ketika netranya menyimak seluruh gaduh di sisi ruangan, dekat wastafel tempat sebagian anggota kelompoknya berkerumun dan mempersalahkan sesuatu yang seharusnya bisa dikendalikan dengan rasa mengalah. Namun, tak satu pun dari mereka yang menjunjung sikap itu hingga apa yang terproyeksi dan diwanti-wanti Siwoo dalam benaknya benar-benar direalisasikan oleh semesta─suatu imbas yang amat cukup untuk ditanggung seluruhnya.
⠀⠀⠀⠀Dikarenakan hal itu, seluruh mata teralih pada asal lenting kaca yang paling cepat meraup atensi, termasuk sang guru yang segera saja merenjengkan sentilan berupa tegur dan nasihat. Siwoo meringis sebagai reaksi awal, sebelum langkahnya dituai untuk menghampiri Min Heekyung selepas titah Pak Cha mampir di indra pendengarnya; bermaksud agar Siwoo membantu yang lain membereskan kekacauan kendati itu sama sekali tak berasal dari keteledorannya.
⠀⠀⠀⠀Lee Siwoo termasuk murid yang cekat dan cenderung berbuat dalam ritme yang tenang, mungkin saja itu alasan kenapa dirinya dianjurkan untuk turun tangan. Akan tetapi, belum sempat Siwoo menyelamatkan gelas-gelas lain dengan mendudukkannya ke atas dataran meja, dorongan telak dari samping yang tak sempat dihindari membuat jemari sang tuan tak dapat mengantisipasi petaka lain. Alhasil, gelas-gelas yang seharusnya dalam keadaan utuh, bersih, dan aman, kini justru ikut mengalami nasib naas yang serupa dengan kawanannya; berderai di atas ubin putih laboratorium.
⠀⠀⠀⠀Semua berlalu secepat embus angin. Siwoo dibuat tercekat dan tercengang selama perhitungan detak sekon, sampai akhirnya muak itu tercuap lewat pangkal lidah, “Kalian ini kenapa?” Meski dikemas dalam intonasi yang masih rendah, tetapi kentara ada kejengkelan yang mengalir di sana. Siwoo bahkan sempat menggemeletukkan geraham sebelum harus bertanggung jawab membereskan kekacauan yang semakin berlipat. Kelompok ini rupanya ricuh sekali.
CHOI YEOREUM
ㅤㅤㅤ“Kau sebut itu membantu, huh?!” tanya Yeoreum dengan nada sebal. Sejak tadi, dia sudah berusaha menahan diri untuk tidak meledak, namun kata-kata dan sikap Kai betul-betul mendorong kesabarannya hingga melampaui batas. “Dan lagi, memang gara-gara siapa air ini tumpah ke pakaianku? Kalau kau tidak mengganggu, ini tidak akan terjadi tahu!”
ㅤㅤㅤYeoreum masih berusaha untuk mempertahankan gelas ukur berisi air di tangannya, namun dia kalah tenaga. Dalam urusan yang melibatkan fisik, kecil kemungkinan dirinya bisa mengalahkan lelaki seperti Kai. Walaupun wajahnya seperti masih bayi, pemuda itu memiliki tubuh yang lebih besar dari si gadis. Ketika gelas berhasil berpindah tangan, tak ayal jika Yeoreum merasa keki setengah mati.
ㅤㅤㅤSi sulung dari keluarga Choi itu berniat untuk merebut kembali gelas ukur dari tangan Kai, namun Heekyung mendahuluinya. Tak sampai lima detik, gelas yang sedang mereka perebutkan jatuh ke lantai dan menjelma kepingan kaca. Dan, oh! Jangan lupakan air yang kini juga menggenang di sana.
ㅤㅤㅤOh, jangan berpikir bahwa kekacauan hanya berhenti sampai di situ saja. Pertengkaran mereka berubah menjadi ‘kecelakaan’ beruntun yang ikut ‘menewaskan’ gelas-gelas tak bersalah di atas meja. Dalam sekejap, seluruhnya berjatuhan ke lantai dan bernasib sama dengan yang semula diperebutkan oleh Yeoreum, Kai, dan Heekyung: pecah berkeping-keping.
ㅤㅤㅤYeoreum mengusap wajahnya sendiri. Kacau! Ini betul-betul kacau!
ㅤㅤㅤIa menerima gelas ukur yang masih utuh dari tangan Heekyung. Nona Min menyuruhnya untuk tetap mengambil air, namun Yeoreum sendiri tidak yakin apakah kegiatan praktikum akan tetap dilanjutkan meski kekacauan semacan ini sudah terjadi. Namun, dia menurut saja. Sebelum Kai kembali merebutnya dan menimbulkan kekacauan baru, ia menampung air dari wastafel dan menakarnya sebanyak lima puluh mili.
ㅤㅤㅤLepas mengamankan air yang sudah diambil, Yeoreum memutuskan untuk ikut membersihkan kepingan kaca. Biar bagaimanapun, ini juga adalah salahnya. Walaupun, tetap saja. Han Kai memiliki kesalahan yang paling besar! Pokoknya, pemuda itu adalah sumber utama dari kekacauan! Huh!
ㅤㅤㅤ“Anak-anak, setelah kalian membereskan ini, temui saya ya.” Bapak Guru Cha menatap satu per satu anggota kelompoknya. Dia tampak tak tega, namun ... mau tidak mau hal ini harus didiskusikan. “Kita harus membicarakan tentang bagaimana tanggung jawab kelompok kalian untuk mengganti gelas-gelas yang pecah. Biar bagaimanapun, ini adalah properti sekolah.”
ㅤㅤㅤAduh. Firasatnya benar-benar buruk. Sepertinya, Yeoreum harus menyisihkan uang sakunya yang tak seberapa untuk mengganti rugi kerusakan gelas-gelas ukur.
HAN KAI
Semua terjadi begitu cepat. Tahu-tahu satu gelas ukur jatuh, lalu gelas-gelas ukur lainnya jatuh, lalu Yeoreum marah, Chaoreum marah, Heekyung marah, Siwoo marah, dan bapak guru Cha prihatin.
Lalu? Apa Kai masih punya tempat untuk bahkan jengkel—ketika semuanya sudah marah lebih dulu?
Di pikirannya yang masih dirundung capek karena kurang tidur, ini semua tidak adil. Mungkin semesta sedang membuat lelucon yang dia kira lucu, atau mungkin semesta adalah haters Kai nomor satu.
Kai menelan ludah dan menunduk di depan Pak Cha, menelan semua kata-kata umpatan dan frustasinya kembali ke dalam perut. "Ya, Ssaem," gumamnya alih-alih.
Dipandangnya pecahan beling di lantai dengan merana. Daripada memikirkan uang yang harus dia beri, Kai lebih pusing memikirkan bagaimana kabar ini akan sampai di telinga ibunya. Kai bergidik ngeri.
Lalu perlahan, dia mengamati emblem di seragam teman kelompoknya satu-satu. Selain Siwoo yang emblemnya sama dengannya dan Heekyung yang Grandeefolk, dua yang lainnya berlabelkan kata Skint-Varlet. Kai menghela napas panjang. Setelah Pak Cha pergi dia memandang Yeoreum dan Chaoreum bergantian. "Maaf," gumamnya tidak jelas—setengah karena malu, setengah karena sedikit tidak rela mengaku salah. Di pikirannya, dia masih berpikir dia membantu, walau caranya terbukti meresahkan.
"Nanti aku bantu tanggung," gumamnya lagi, sekarang sambil jongkok mengambil pecahan-pecahan kaca di lantai.
Lalu seperti baru ingat, dia kembali memandangi teman kelompok lainnya. Ekspresinya mungkin masih jelek sekarang, jengkel dan kesalnya masih tersisa, memungkinkan orang-orang untuk salah paham.
Han Kai sendiri terlalu capek untuk sadar, tapi dia memanjatkan doa dulu agar orang-orang ini akan tetap menampungnya dalam kelompok sebelum bilang; "...떡볶이 사졸게," sebelum kembali menunduk dan membereskan sisa beling-beling di lantai.
MIN HEEKYUNG
Heekyung yang sudah memegang sapu tangan miliknya berjongkok. Gadis itu mendekati pecahan-pecahan kaca yang berserakan di atas lantai.
Mungkin kalau diingat-ingat, bisa saja ini pertama kalinya bagi putri keluarga Min itu berjongkok untuk membersihkan barang pecah belah.
Namun, karena ia menjadi salah satu yang ikut andil dalam kejadian tersebut, Heekyung tidak bisa berkata apapun. Rasa bertanggung jawabnya muncul.
Tangannya mulai mengumpulkan pecahan-pecahan tersebut dari balik sapu tangan yang dipegangnya. Selagi membereskan, ia mendengarkan gurunya yang ingin menemui mereka setelah semua berakhir.
Heekyung tidak berani menengadahkan kepalanya sampai sang guru meninggalkan mereka. Ia mengatupkan bibirnya rapat dengan tangan yang terus bergerak untuk menyelesaikan hasil dari kekacauan tersebut.
𝘈𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘢𝘶 𝘭𝘢𝘬𝘶𝘬𝘢𝘯, 𝘏𝘦𝘦𝘬𝘺𝘶𝘯𝘨. kalimat itu berputar di dalam kepalanya.
Setelah pecahan ia kumpulkan di pinggir agar tidak berada di jalan yang sering dilewati, Heekyung mengelap bagian lantai yang basah dengan sapu tangan tersebut. Kemudian ia berdiri dan bergerak ke arah alat kebersihan milik laboratorium berada.
Gadis itu mengambil sapu dan tadahan sebagai alat yang digunakan untuk mengangkut pecahan yang ia kumpulkan dan dibawanya ke tempat sampah.
Ia tidak bisa berbicara kepada teman-temannya karena merasa bersalah, meskipun beberapa diantaranya membantu, yang ada dipikirannya adalah untuk segera menyelesaikan membersihkan lantai.
Sesuai apa yang diarahkan, Heekyung melirik ke-empat temannya –sebelum pergi meninggalkan ruangan bersama-sama karena dipanggil. Kelimanya duduk di ruangan konseling dengan keheningan melihat Ssaem yang belum berucap satu katapun, sebenarnya Heekyung sendiri sangat takut saat akan berbicara.
Bukan perihal nominal yang akan dikeluarkannya, tapi nilai yang akan diberikan padanya secara akademis.
"Kalian tau kan apa yang kalian lakukan? Nak, Saya ingin bilang, lain kali berhati-hati dan jangan emosi jika sedang belajar. Saya tau kalian lelah, tapi ini tidak benar."
"Sekarang, Ada dua buah gelas ukur yang pecah, bagaimana kalian akan menggantikannya?"
Ssaem terlihat melipat tangannya di dada, sambil memperhatikan kami. Min Heekyung dengan ragu mengangkat tangannya.
"Karena saya yang mendorong, saya saja yang mengganti." Ucapnya, terdengar ragu. Ia kemudian melirik teman-temannya yang lain untuk memastikan.
BYUN CHAOREUM
Menit-menit selanjutnya dihabiskan Byeon Chaoreum dengan rahang mengeras. Bibirnya terkatup rapat. Bahkan ketika temannya membisikkan permintaan maaf.
Berada dalam ruang konseling pun, si gadis masih betah dengan diamnya.
Ucapan yang dibeberkan Ssaem melewati rongga dengarnya tanpa betul-betul tercerna. Meski ia masih bisa menangkap beberapa diantaranya.
Seperti pertanggungjawaban, salah satunya.
Chaoreum meremas ujung rok seragamnya diantara kepal jemari.
Pertanggungjawaban apa? Konsekuensi apa yang harus ditanggungnya sementara ia tak merasa melakukan kesalahan?
Oh, demi Tuhan. Chaoreum ingin sekali mengiyakan ketika Heekyung mengajukan diri untuk menggantikan semua instrumen laboratorium yang dipecahkan.
Tak bisa terbayang berapa banyak keping uang jajan yang harus disisihkan jika dirinya harus ikut serta untuk membayar.
Haruskah ia memikirkan bentuk konsekuensi yang lain?
Memejamkan mata, si anak gadis menghela napas pelan. Percuma. Otaknya sudah tak bisa diajak kerja sama.
THE END.
コメント