# Alliance
- 민희경
- Feb 3, 2021
- 7 min read
ㅤ
ㅤㅤ “Kamu berniat untuk jadi
ㅤㅤ temanku atau musuhku?"
ㅤㅤㅤㅤ 민희경
ㅤㅤㅤㅤ Fabian Romero y Suarez (NPC)
ㅤㅤㅤㅤ 2021년 01월 15일
ㅤㅤㅤㅤ Daily Solo Plot Started.
Minggu pertama sekolah yang cukup membuat Heekyung pening jika memikirkannya. Dari mulai beberapa akun anonim yang menyebarkan berita hingga kepergian temannya yang menyisakan duka di penjuru sekolah.
Jika dibilang, ia penasaran? Tentu saja tidak. Heekyung tidak ingin berurusan atau terlibat sama sekali dengan hal seperti itu. Ia membutuhkan beberapa ketenangan hingga minggu ini harus pulang ke rumah atas tawaran sang ibu.
Dan lagi, Ibunya bilang sudah beberapa hari ini tidak pergi bekerja dan akan menetap di rumah sampai hari Selasa depan.
Heekyung percaya? Tidak, sudah bertahun-tahun ia dibohongi sang ibu untuk berada di rumah berkumpul bersama-sama dan tidak ada pekerjaan.
Ia pulang hanya karena merindukan ranjang empuknya dan makanan bibi Kim yang membuatnya lebih bersemangat.
Sudah terbiasa, lagipula ia tidak ingin memperkeruh suasana dengan bersikap merajuk dan merengek lagi di depan sang Ayah.
Ia tahu kasus korup besar kini sedang disorot media, dengan putusan akhirnya berada di tangan sang Ayah yang seorang hakim di pengadilan pusat.
Tidak heran, mungkin saat pulang nanti Heekyung akan mendapati beberapa hadiah, furniture rumah baru, ataupun hal lain yang diberikan pengacara dan klien mereka untuk meringankan hukuman yang akan ayah berikan.
Terdengar kotor, tapi bukankah itu yang biasa dilakukan?
Ayahnya memiliki prinsip untuk menerima beberapa jenis hadiah –bukan uang, berlian, emas, maupun barang mewah lainnya.
Semua itu tergantung pada keinginan ayahnya untuk mengurangi hukuman, bukan pada hadiahnya. Sudah tidak aneh jika ada beberapa pekerja yang mengangkut kembali hadiah untuk dibawa pulang karena tidak puas dengan putusan yang Ayahnya berikan.
Ini terdengar menggelikan, tapi pada akhirnya semua bergantung pada prosesi dan sikap terdakwa saat melakukan sidang. Hadiah-hadiah itu hanya sebuah bonus yang ayahnya dapatkan.
Jika ingin melakukan kesepakatan dengan Ayah? Tentu tidak, lebih baik mencari pengacara terbaik di negeri ini yang bisa meyakinkan ayahnya.
Itulah yang membuat Heekyung bangga pada Ayahnya. Lagipula beberapa tahun kedepan ayahnya akan ditunjuk menjadi calon hakim agung.
"Nona."
Panggilan Paman Kim menyadarkannya. Terlalu banyak hal yang bergelut di kepalanya saat ini. Sudah pasti Ayah dan Ibu nya tidak ada di rumah, jangan terlalu berharap.
Range Rover yang dinaikinya sudah memasuki gerbang utama kediaman yang memiliki jarak cukup jauh dari rumah.
Diisi dengan perkebunan hijau sesuai permintaan Heekyung beberapa tahun lalu. Ia ingin rumahnya seperti kastil, jauh dari gerbang dengan halaman luas yang dihiasi banyak tanaman perkebunan.
Bahkan di musim panas, ia bisa piknik di halaman rumahnya.
Mobil berhenti tepat di depan rumah, dua orang body guard di sisi kiri dan kanan terlihat dengan pose —seperti patung.
Tidak lupa begitu masuk, ada dua pelayan yang membantu melepas dan mengambilkan jaket serta tas yang dibawa Heekyung sepulang dari asrama sekolah.
"Appa, Eommaㅡ" Panggilannya terhenti sejenak, melihat tiga sosok lain yang berada di ruang makan mereka. Sebentar, biarkan Min Heekyung berpikir dulu selama beberapa saat.
Oh! Tuan Suarez, dia duta besar Spanyol untuk Korea dengan Istri-nya —yang juga orang Korea.
Satu lagi, lelaki yang begitu jangkung dengan wajah seratus persen bukan asia. Fabian, putra satu-satunya tuan Suarez dengan istri terdahulu-nya.
Keluarga mereka tinggal lama di Korea jadi mereka pandai berbahasa korea, kecuali Fabian yang lebih pandai berbahasa Inggris.
Heekyung dan Fabian pernah beberapa kali bertemu, entah di pesta yang waktu itu diadakan kakek-nya ataupun di pesta kolega Ayah-nya.
Pantas saja, Appa dan Eomma akan ada di rumah hari ini. Tidak mungkin jika Heekyung mengira sengaja meluangkan waktu untuk putri mereka.
Spontan gadis itu membungkukkan badannya kemudian memberikan sapaan. "Halo selamat malam, Saya Min Heekyung."
Netranya menelaah posisi duduk. Ayah dan Ibunya berada di masing-masing ujung meja makan, pasangan tamu ada di bagian sisi kanan dan bagian kosong ada di sisi kiri —bersebelahan dengan Fabian. Mau tidak mau ia duduk di samping lelaki itu.
Teringat, tragedi minumannya yang dibawanya tumpah karena lelaki itu berjalan cepat —tidak melihat dirinya hingga gaun yang dikenakan basah.
Aduh, Heekyung masih kesal mengingat itu.
"Long time no see, Min Heekyung."
Lelaki itu membuka suara lebih dulu, Heekyung hanya menolehkan kepalanya sambil tersenyum –sekilas.
"Halo, Fabian." Ia menjawab singkat.
Terlihat beberapa pelayan rumahnya membawa banyak hidangan spanyol —termasuk paella, favoritnya.
Makanan itu cukup membuat Heekyung lebih tenang meski rasanya Ia ingin berteriak saat ini. Raganya ingin sekali menyentuh ranjang empuk dan melewatkan makan malam untuk tidur agar esok hari ia bisa melanjutkan lukisannya di paviliun rumah.
Apa boleh buat, ia hanya bisa terduduk pasrah menjadi gadis elegan di depan ayah, ibu, dan tamu di kediaman keluarganya.
Heekyung membuka serbet dan menyimpannya pada paha, pertanda makan malam formal telah dimulai. Ia mengambil beberapa Patatas Bravas pada piringnya agar cepat kenyang.
"Fabian sekarang sekolah di sekolah internasional? Tahun ke berapa?" Ayah membuka suara sembari melahap potongan Solomillo dari garpu-nya.
Sesi pamer, Dimulai.
Min Heekyung melirik Fabian yang sama sekali tidak terganggu oleh pertanyaan Ayahnya, 𝘩𝘦𝘣𝘢𝘵 𝘫𝘶𝘨𝘢.
Kuasa Fabian tidak melepaskan kedua genggaman pada sendok dan garpu perak yang dipegang. Tidak seperti orang lain yang terlihat sangat ingin terlihat sopan oleh ayahnya, lelaki itu terlihat begitu santai.
𝘋𝘢𝘴𝘢𝘳 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘢𝘳𝘢𝘵. Gumam Heekyung di dalam hati.
Tidak ada esensi sama sekali saat mengucapkan hal itu di dalam hati, seperti pengecut. Terdengar rasis tapi memang ia ingin mencerca lelaki itu bagaimanapun caranya.
"Iya betul, sekolah yang terletak di Seocho-gu. Sekarang ada di tahun pertama, sama seperti Heekyung."
Fabian menolehkan pandangannya pada Heekyung sambil memberikan senyumnya. 𝘈𝘱𝘢-𝘢𝘱𝘢𝘢𝘯 𝘴𝘪𝘩, Heekyung tidak terima jika Fabian menyamakan pula harus menyebut dirinya.
Heekyung hanya menghembuskan hafasnya dengan kasar. Perlu diketahui lagi, jika diingat Fabian itu termasuk komplotan musuhnya.
Anak-anak konglomerat dan petinggi memiliki lingkaran pertemanannya masing-masing dan terdiri dari dua kubu.
Keduanya memiliki kubu yang berlawanan dan sering melemparkan bom pada satu sama lain. Membuat lawan mereka kesal.
𝘈𝘱𝘢 𝘪𝘯𝘪 𝘣𝘢𝘨𝘪𝘢𝘯 𝘳𝘦𝘯𝘤𝘢𝘯𝘢 𝘬𝘰𝘵𝘰𝘳 𝘍𝘢𝘣𝘪𝘢𝘯?
Pikirannya melayang jauh, membayangkan segala kemungkinan yang Fabian akan lakukan pada dirinya jika keadaan terus seperti ini. Heekyung sudah cukup tertekan hanya dengan kehadiran lelaki itu di rumahnya.
𝘛𝘶𝘩𝘢𝘯, 𝘴𝘦𝘨𝘦𝘳𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘱𝘶𝘭𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢.
Tidak, maksudnya ia ingin membuat mereka pulang ke rumah, Bukan ke pangkuan Tuhan. Astaga, berdoa saja salah.
"Tuan Min, kehadiran kami disini karena Fabian mengatakan pada kami bahwa dia menyukai Heekyung."
𝘌𝘩?
Tangannya berhenti, ia melirik tuan Suarez dengan tatapan yang tidak karuan. Benar saja, tidak ada yang beres.
Tatapan Ayah dan Ibu-nya pun seolah menghakimi Heekyung. '𝘚𝘦𝘫𝘢𝘬 𝘬𝘢𝘱𝘢𝘯 𝘥𝘦𝘬𝘢𝘵 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘳𝘣𝘢𝘩𝘢𝘺𝘢?'
𝘍𝘢𝘣𝘪𝘢𝘯, 𝘴𝘪𝘢𝘭𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘶.
Ia ingin menangis, berteriak. Namun Heekyung hanya bisa sekedar menghela nafasnya dengan perlahan.
Ini bukan hanya sekedar mengatakan suka, tapi sekaligus menawarkan aliansi. Heekyung juga berpikir-pikir dulu jika ia mendekati seseorang.
Setelah beberapa saat, Heekyung hanya bisa tersenyum sambil menolehkan wajahnya sejenak pada Fabian —si dalang permainan ini.
Tidak mungkin jika menolak mentah-mentah lelaki itu. Karena jika Fabian mengatakan pada Ayahnya, pasti hubungan pribadi mereka sudah sangat dekat.
𝘈𝘱𝘢 𝘴𝘪𝘩 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯𝘬𝘢𝘯 𝘭𝘢𝘬𝘪-𝘭𝘢𝘬𝘪 𝘪𝘵𝘶?
Bukan sekedar mengikuti permainan, ia khawatir jika rumor ini beredar dan sampai pada Junhwan. Sudah pasti lelaki itu tidak akan peduli, tapi apa salah jika Heekyung ingin terlihat setia di hadapannya?
Fabian bisa membalikkan keadaan semudah membalikkan telapak tangannya. Heekyung tahu si teruna tidak akan melakukan hal serius semudah ini jika tidak ada hal yang dipertaruhkan.
Ayo Heekyung, berpikir. Pasti ada kelemahan Fabian yang dipertaruhkan diatas permainan ini.
Hidangan di atas piringnya habis, bahkan ia tidak berniat menghabiskan paella yang masih utuh dihadapannya karena nafsu makan yang hilang seketika.
Ia bahkan tidak mengucapkan sepatah kata-pun, daripada membukanya dan akan kehilangan akal sehat. Heekyung diam sampai para orang dewasa menghabiskan makanan mereka.
"Saya izin untuk pergi mengobrol dengan Fabian." Heekyung berdiri sambil memberikan sedikit colekan pada pria disampingnya untuk ikut berdiri dan berpamitan. Ia membungkukkan badan sebelum pergi meninggalkan ruang makan.
Heekyung berjalan melewati lorong-lorong dengan jendela yang mengarah langsung ke arah taman bunga dan danau yang berada di bagian belakang rumahnya.
Di ujung lorong, terdapat perpustakaan pribadi yang mencakup beberapa buku warisan dan koleksi orangtua serta dirinya.
Pemandangan yang terlalu indah untuk dilewatkan bahkan oleh si penghuni rumah sendiri. Diikuti dentingan sepatu ber-hak sedang, suasana hatinya begitu tidak mendukung untuk sekedar bersantai sebentar saja.
Suara kaki lain mengikutinya —Fabian Romero, dengan sebuah setelan engkap formal dengan sepatu mengkilat.
𝘐𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘪𝘯𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘪𝘬. Cibir Min Heekyung.
Kedua kuasa-nya mendorong pintu besar perpustakaan hingga menyisakan Heekyung dan lelaki itu berada di satu ruangan yang sama.
Bagaimana menyebutnya? Bukan canggung, namun Heekyung cenderung marah hingga sangat sulit mengontrol emosi yang dimiliki.
Kedua tangannya menutup kembali pintu, ia berbalik menatap Fabian, berjalan perlahan dengan dentingan sepatunya dan— wajah yang begitu masam.
Seperti ayahnya, Heekyung memiliki tempramen buruk, namun akhir-akhir ini ia bisa mengaturnya menjadi lebih baik sehingga tidak sering menjadi pemarah dan sensitif.
Akan percuma apa yang orangtuanya berikan jika ego dan kemarahan mengatur dirinya. Begitu yang Appa katakan.
Helaan nafas panjang —dan juga berat begitu terdengar di telinga, kedua tangannya berlipat di depan dada, ia menatap Fabian dengan seribu pertanyaan yang berada di benaknya.
Ya, meskipun ia sangat ingin menghajar wajah Fabian.
"Apa maksudmu? Bisa jelaskan padaku, Duke?"
Kedua pasang netra mereka saling bertemu, yang diikuti senyuman Fabian yang begitu —𝘵𝘦𝘯𝘨𝘪𝘭. Membuat Heekyung kembali harus bersabar setelah beberapa saat.
"Akan lebih baik aku pindah tumpangan kapal sekarang, lagipula tidak ada wanita terbaik yang bisa diganggu, selain dirimu Min Heekyung."
Tangan lelaki itu dimasukkan ke dalam saku, bersandar pada salah satu tiang besar yang terdapat di perpustakaan.
𝘔𝘦𝘯𝘺𝘦𝘣𝘢𝘭𝘬𝘢𝘯.
Bau buku yang usang ikut menyambut kedua insan di dalam sana. Ini cukup membuat dirinya tenang.
"Tujuanmu apa? Keinginanmu apa? Bisa dijelaskan?" Heekyung mecerca Fabian dengan tiga pertanyaan utamanya.
Lagipula, ia tidak bisa sekasar dengan anak-anak lain ketiga bersama Fabian. Laki-laki itu berada di garis kedua setelah bibi ayahnya untuk memegang gelar sebagai Duke of Suárez yang diberikan pada keluarganya pada tahun 1981, oleh King Juan Carlos.
Beberapa kali Heekyung selalu menyebutnya si oemuda Fernandez karena ia memiliki ibu kandung seorang aktris yang bernama Angel Fernandez yang membuat karir sangbayah hampir hancur karena sebuah skandal murahan di dunia pertelevisian Spanyol.
Kini gelar kehormatan 'Duke' ini dipegang oleh kakak tertua dari ayahnya, sebagai Duchess of Suárez. Tentu ini bukan hanya sekedar gelar, namun sebuah kehormatan bangsawan yang diturunkan.
Inilah alasannya Min Heekyung masih menghargai Fabian meskipun lelaki itu sudah membuat jemarinya sangat gatal untuk melakukan kekerasan.
Sesama bangsawan tidak baik untuk mengotori tangan mereka bukan?
Tawaran akan bergabungnya lelaki itu juga sebuah pertimbangan yang besar. Meskipun ia belum pasti apa yang bisa Fabian berikan atas kekacauan yang dibuatnya sekarang.
"Hal pertama. Aku memilihmu karena dirimu tidak dapat disentuh, Min Heekyung. Sebesar apapun latar belakang keluarga mereka, jika membuat ayahmu murka, mereka akan ketakutan. Banyak rahasia dibalik meja Ayah-mu dan dia tinggal mengeluarkannya satu-persatu. Maka dari itu, tidak ada yang akan menyakitimu meski aku melemparkan masalah ini padamu."
Lelaki ini menghela nafasnya.
"Hal kedua. Aku melemparkanmu masalah ini untuk menghindari perjodohan yang dibuat Ayahku. Ini tidak akan lama, beberapa bulan lagi aku akan pergi ke Spayol dan kita bisa mengakhirinya."
"Hal ketiga. Jika kita beraliansi, di masa depan akan banyak hal yang menguntungkan, termasuk karir politik orangtua kita.
Kau tau? Aku menaruhkan kehormatanku pada sebuah janji dan hutang yang akan aku bayar di kemudian hari."
Heekyung terdiam, ia berpikir dengan keras bagaimana cara yang tepat untuk menanggapi Fabian.
Dirinya-pun tahu betul keduanya memiliki kehormatan atas darah bangsawan yang mengalir pada dirinya maupun Fabian, membuat keduanya yakin tidak akan melanggar apalagi menghianati sebuah kesepatan yang hanya terucap dengan sesama yang pemilik sendok emas.
"Aku setuju, tapi kau tidak boleh membuat hal ini seakan disengaja biarkan rumor pertunangan ini menyebar begitu saja. Kita tidak perlu melakukan kencan bodoh atau pergi bersama. Dan jika ada yang salah paham —kau sendiri yang harus menjelaskannya."
Heekyung menekankan kalimatnya, tentu ia tidak ingin lelaki yang disukainya akan menyangka hal ini benar.
"Satu lagi, jangan ada acara makan malam menggelikan seperti ini lagi."
"Setuju."
Kedua jarinya di arahkan untuk bertaut bersama jari-jari milik Fabian. Mengunci janji kedua anak adam dan hawa itu di bawah cahaya bulan yang bersinar terang.
Setelah malam itu, Keduanya kini menjadi teman dekat yang —masih saling mengganggu. Sekaligus partner untuk menjatuhkan lawan-lawannya diluar sana dengan kekuatan yang mereka miliki.
Setidaknya ada banyak tikus penjilat yang akan menjauh hingga Fabian akan kembali lagi ke Spanyol dalam beberapa bulan.
ㅤㅤㅤㅤ FIN.
Comentarios