# Christmas Eve
- 민희경
- Feb 2, 2021
- 24 min read
Updated: Feb 4, 2021
ㅤㅤㅤㅤ “Gifts of time and love are
ㅤㅤㅤㅤ surely the basic ingredients
ㅤㅤㅤㅤ of a truly merry Christmas.”
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ— Peg Bracken
ㅤㅤㅤㅤ Daily Plot, Partnered with Kim Junhwan.
MIN HEEKYUNG
Masing ingatkah baku hantam rasa egoisme yang membuat si penghuni rumah saling menarik urat -yang terjadi di dalam rumah keluarga Min beberapa hari lalu?
Kini, rumah yang menyisakan kenangan buruk itu berubah drastis dengan dekorasi yang didominasi putih dan emas.
Dengan segala bentuk bujukan yang diberikan sang Ibu, sang Ayah, serta Paman Park pada Min Heekyung. Gadis itu bersedia kembali ke rumah untuk menghadiri Open House Christmas Eve keluarga Min yang sudah menjadi tradisi.
Sebenarnya, ia tidak akan pulang jika Paman Park tidak membujuknya juga. Ber-terimakasih-lah pada pria berusia 55 tahun itu, jika tidak- apa kata orang lain kalau si tuan putri tidak ada di pesta keluarga? Hahahaha.
Tentunya, kedua orangtua Heekyung bersedia untuk melakukan pesta ulangtahun yang bersamaan denganpesta malam ini. Padahal biasanya, mereka melakukan pesta sederhana yang terpisah.
Entah karena apa, padahal dirinya tidak meminta. Mungkin ingin pamer jika anak mereka sudah kembali? Dalam hatinya, Heekyung senang karena diberikan izin oleh sang Ayah untuk bernyanyi di hadapan para tamu.
Berbicara tentang tamu, yang diundang hanyalah orang-orang tinggi dari tempat kedua orangtuanya bekerja, yaitu Mahkamah Agung, beberapa seniman serta konglomerat yang mendukung Musium seni atau memiliki hubungan baik dengan Appa yang bekerja sebagai Hakim.
Hampir lupa, kedua Kakekku yang berperan besar disini.
Seorang Pengusaha dalam bidang teknologi pembersih -dari pihak ibu. Satu lagi seorang politikus dan petinggi partai dari pihak Ayah.
Yang tentunya membuat Appa dan Eomma memiliki banyak kolega yang penting. Dan ada beberapa tamu tambahan untuk teman-teman sekolah Heekyung.
Segala persiapan telah dilakukan dari satu bulan lalu. Dan yang membuat Heekyung bersemangat adalah... ia akan bernyanyi di depan Kim Juhwan. Rencananya akan memberikan lelaki itu hadiah sebuah nyanyian. Berbeda dari tujuan awal untuk menghibur para tamu, masa bodoh. Lagipula ia masih menghibur juga.
Pesta akan segera dimulai, beberapa tamu sudah hadir di taman dan bagian utama serta belakang rumahnya yang sudah dihias sedemikian rupa.
Sedangkan Min Heekyung masih terdiam di kamarnya, asik berfoto sambil menunggu acara benar-benar dimulai.
Beberapa staff acara bolak-balik masuk ke kamarnya untuk menyimpan hadiah yang diberikan tamu, kiriman jauh, maupun kolega orangtuanya.
"Permisi Nona, ada Hadiah dari staff asrama sekolah. Atas nama Kang Daejun."
Banyak hadiah bertumpuk, ia belum membuka satupun.
Hitung-hitung itu hadiah pertama yang baru datang dari teman sekolahnya, Heekyung memutuskan untuk mengambil selongsong hadiah itu, ia sangat penasaran dengan isinya.
Begitu membuka bagian atas penutupnya, Heekyung menarik sebuah kertas, begitu dibukanya ada sebuah Potret, Min Heekyung.
"Astaga Kang Daejun..." Tidak tau ingin berkata apa, ia sangat senang dan bahagia melihat lelaki itu menggambar potretnya.
Mengingat keduanaya jadi semakin dekat menjadi teman bahkan sahabat karena Heekyung membantu dan mengajarkannya untuk membuat sketsa saat berada di taman sekolah.
Dalam hatinya ia merasa sangat terharu dan bangga atas kemajuan yang lelaki itu lakukan. Gambar itu sangat berharga, Heekyung harus menyimpannya dengan baik-baik.
Netranya menoleh pada surat yang belum terbaca. "Anak ini astaga... bisa saja buat orang lain bahagia."
Sejujurnya, Kang Daejun bukanlah seseorang yang bisa memberikannya hadiah mahal, namun hadiah seperti ini saja sangat bernilai baginya. Harta bukanlah segalanya.
Kemudian gadis itu membuka ponselnya. Mengirimkan sebuah pesan untuk Kang Daejun atas rasa terimakasihnya.
ㅤㅤ 𝗞𝗔𝗞𝗔𝗢𝗧𝗔𝗟𝗞 — 강대준 (@gnh_jisung )
ㅤ ¹ DAEJUN AH
ㅤ ¹ OH MY GOD
ㅤ ¹ THANKYOU SO MUCH,
ㅤ ¹ Sebentar-
ㅤ ¹ Aku sangat menyukai gambarmu!
ㅤ ¹ Kemampuan menggambarmu sudah sangat jauh menjadi lebih baik, aku sangat bangga padamu. Daejun-ah.. Terimakasih, aku berkyukur bisa menjadi temanmu.
ㅤ ¹ Nanti aku traktir tteokbokki ya, Daejun-ah!
Send.
Ia mengirimkan pesannya.
Heekyung menyimpan ponselnya. Ia merapikan hadiah yang diberikan Daejun padanya dan menyimpannya di samping tepat tidur. Gadis itu terdiam, berpikir hadiah apalagi yang akan diterimanya malam ini.
Lamunannya buyar, seorang staff membawa hadiah lagi. "Nona, Kado dari dari Kim Junhwan." Staff menaruh sebuah kotak di tumpukan hadiah yang membuat Heekyung spontan menoleh.
Heekyung tidak menjawab maupun berterimakasih, mencelos begitu saja -kebiasaanya. Ia mengambil kotak tersebut dan membukanya dengan senyum yang berbunga bunga.
Sebuah cupcake dengan strawberry di atasnya, membuat si gadis merasa itu sebuah hal manis -disamping rasanya yang manis. Ia pasti akan menghabiskannya untuk diri sendiri.
Senyumnya merekah, Kim Junhwan -lelaki itu sekarang bahkan jauh lebih baik dari perkiraanya.
Hadiah lainnya, sebuah kamera polaroid. Heekyung pasti akan membawanya saat pesta malam ini untuk memontret beberapa kenangannya bersama Keluarga Dokter Kim.
Oh ada hadiah lain! Sebuah kalung.. ah tidak- Heekyung terlihat akan menangis sekarang. Junhwan benar-benar memberikannya kalung? Ini menggelikan- tapi gadis itu begitu bahagia. Pasti jika lelaki itu memberikannya cincin, Heekyung akan segera berpikir lelaki itu mengajak menikah.
Dan sebuah notes kecil terlihat disana. Heekyung merapikan kotak tersebut dan beranjak ke meja rias pada kamarnya. Heekyung memakai kalung emas yang memiliki liontin itu.
Dengan bantuan staff, ia memotret dirinya dan mengirimkannya pada Junhwan sesuai apa yang diminta lelaki itu pada catatan hadiahnya.
Sebuah awal yang baik untuk memulai pesta malam ini.
Seorang staff mengetuk pintu kamarnya. "Nona, pesta akan segera dimulai. Anda dipanggil Tuan Min untuk segera ke bawah."
Heekyung dengan segera merapikan pakaiannya, ia mengambil polaroidnya dan memberikannya pada seorang staff.
"Tolong ya, jangan terlalu jauh dari saya."
Heekyung berucap sembari memberikan polaroidnya. Tidak memungkinkan ia memegang polaroidnya begitu saja, ia hanya memegang sebuah tas mewah berukuran kecil yang cukup untuk memuat ponsel dan parfum miliknya.
Gadis itu berjalan keluar kamarnya dan menuruni tangga utama rumah keluarga Min.
Para tamu undangan yang tengah memegang wine itu dengan spontan mengarahkan pandangannya pada Min Heekyung dan mulai berbisik.
'Putra tuan Min sudah kembali, dia sembuh'
'Ia terlihat cantik dan dewasa'
'Katanya ia pandai bernyanyi dan melukis'
Netranya menatap satu persatu jajaran tamu yang datang, tanpa rasa takut.
"Heekyung-ah!" Seorang pria yang lebih tua terlihat menghampirinya, mengulurkan tangan untuk membantunya turun di beberapa anak tangga terakhir.
Hal ini sebenarnya tidak perlu, ia bisa turun sendiri.
Omong-omong lelaki yang membantu ini bernama Kwak Hyun. Ia mahasiswa Seoul National University jurusan hukum, ayahnya adalah saingan terbesar ayahku untuk menjadi Hakim Agung selanjutnya.
Ia tampan- namun sainganku para gadis konglomerat lain karena mereka menyukai Hyun.
Heekyung tidak benar-benar menyukainya. Ini hanya sebuah formalitas untuk menjaga martabat dan hubungan kolega antar kedua orangtua mereka.
"Gracias, Hyun Oppa." Ujar Heekyung, ia kemudian berjalan ke arah sisi Ayah dan Ibunya yang berada di bagian depan pusat acara.
"Selamat malam, terimakasih semuanya telah hadir pada Open House yang keluarga Min ....." ayahnya membuka pesta malam itu.
Namun pandangan Heekyung menelaah jauh, mencari sosok seorang Kim Junhwan yang belum nampak di pandangannya.
KIM JUNHWAN
Junhwan sudah duduk di belakang kemudi, malam ini ia dan orangtuanya mendapat undangan dari Tuan Min, ayah dari temannya Min Heekyung. sungguh sebuah keajaiban melihat sang ayah dan ibu menyediakan waktu luang untuk memenuhi panggilan tersebut ditengah mulut membuat orangtuanya terkekeh kecil.
Di keluarga, Junhwan dikenal sebagai anak yang jarang berbicara, ia tidak banyak bicara seperti saat bersama dengan teman-temannya, entah apa yang membuat Junhwan seperti itu tapi sang adam selalu merasa semua Heekyung tapi tetap saja gadis itu menyebalkan dan jadi Junhwan enggan mengakuinya. Sang adam hanya mengangguk kecil entah sebagai jawaban atau malas dengan pertanyaan Ibunya.
"Apakah kalian masih sering bersama saat disekolah, seperti waktu kecil dulu?" sambung Tuan Donghan, ayah dari Junhwan.
Lagi, sejak kapan dirinya dan Heekyung akrab? Dari kecil juga semua orang tahu kalau Heekyung yang selalu mengikuti kemanapun dia pergi, bahkan sampai sekarang.
"Tidak terlalu dekat, Ayah." kini Junhwan buka mulut membuat orangtuanya terkekeh kecil.
Di keluarga, Junhwan dikenal sebagai anak yang jarang berbicara, ia tidak banyak bicara seperti saat bersama dengan teman-temannya, entah apa yang membuat Junhwan seperti itu tapi sang adam selalu merasa semua caritanya tidak akan di dengar orang Hanna atau Donghan.
Mobil yang mereka tumpangi masuk ke kediaman Tuan Min, tidak ada yang berubah, rumah itu masih sama besarnya dan sama megahnya seperti terakhir kali Junhwan kesana, ah sudah lama sekali.
Setelah memarkirkan kendaraannya, Junhwan beserta Hanna dan Donghan memasuki rumah besar tersebut, ah sangat meriah, Junhwan hampir lupa kalau undangan malam ini memperingai ulang tahun Min Heekyung yang ke-15.
Saat keluarga Kim memasuki kediaman Tuan Min dapat dilihat kalau acara sudah dimulai entah sejak kapan yang Junhwan tahu pasti keluarganya datang terlambat.
Junhwan jalan di belakang orangtuanya, atensinya tidak lepas dari Tuan Min yang sedang memberi sambutan, ia juga bisa melihat Min Heekyung yang berdiri disana. Omong-omong, apakah kado ulang tahun darinya sudah sampai?
MIN HEEKYUNG
Sambutan yang diberikan Ayah-nya selesai. Para tamu bertepuk tangan dengan meriah.
Kini giliran sang Tuan rumah yang berkeliling untuk menyambut tamu yang datang sebelum acara selanjutnya dimulai.
Min Heekyung berjalan mengikuti Ayah dan Ibu-nya untuk saling menyapa tamu yang telah datang.
Senyumnya terpatri sembari memperkenalkan diri pada setiap kolega keluarganya. Beberapa dari mereka yang membawa anak-anaknya juga dan dikenalkan pada Min Heekyung.
Bisa dibilang kini ia cukup populer di kalangan sosialita para petinggi hukum?
Jemarinya mengambil minuman yang memiliki warna mirip dengan anggur — sepertinya soda.
Gadis itu sesekali meneguk minuman sambil mengikuti Ayah dan Ibunya.
ㅤ
Heekyung beberapa kali berbincang dengan anak-anak seusianya maupun dengan yang lebih tua, sejujurnya sedikit merepotkan —karena ia harus terlihat sama ambisiusnya dengan anak-anak itu.
Heekyung merasa tidak bisa direndahkan, jadi setidaknya pola pikirnya harus terlihat mirip dengan mereka.
Pandangannya kini tertuju pada satu orang yang datang bersama kedua orangtuanya.
"Eomma, Appa, keluarga Dokter Kim sudah datang." Heekyung sedikit membisikkan kata-kata pada sang Ayah. Membuat haluan berjalan keduanya berbelok menghampiri keluarga Dokter yang begitu dekat dengan keluarga Min.
"Dokter Donghan, Dokter Hanna. Selamat datang." Ucap Ayahnya dengan sang Ibu yang bergantian memberikan jabatan tangan.
"Nanti keluarga Dokter Kim akan duduk bersama kami di meja utama." Ucap sang ibu.
Sedangkan Min Heekyung belum membuka suaranya, ia sesekali melihat Junhwan dengan wajah yang tersenyum —kemerahan, karena lelaki itu terlihat luar biasa dengan sebuah suit.
"Ah, Heekyung dan Junhwan teman satu sekolah kan?" Sang ibu kembali membuka suara, ia hanya mengangguk perlahan sambil diikuti senyuman manisnya pada Dokter Kim.
"Junhwanㅡ terimakasih sudah datang kesini." Heekyung mengucapkannya perlahan pada Junhwan —hampir berbisik. Membuat kedua orangtua mereka melirik ke arah Heekyung dan Junhwan —dengan salah paham.
Keenamnya berjalan menuju meja makan utama yang terletak dengan rapi. Lagi-lagi Min Heekyung mengambil kesepatan dengan Menggandeng tangan Kim Junhwan hingga mereka duduk di meja makan.
'𝘚𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘕𝘰𝘯𝘢 𝘔𝘪𝘯 𝘥𝘦𝘬𝘢𝘵 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘋𝘰𝘬𝘵𝘦𝘳 𝘒𝘪𝘮.'
'𝘒𝘶𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘳 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘴𝘢𝘵𝘶 𝘴𝘦𝘬𝘰𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘪 𝘴𝘦𝘬𝘰𝘭𝘢𝘩 𝘌𝘭𝘪𝘵 𝘪𝘵𝘶.'
'𝘔𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘭𝘪𝘩𝘢𝘵 𝘴𝘦𝘳𝘢𝘴𝘪.'
'𝘚𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘢𝘯𝘢𝘬𝘬𝘶 𝘥𝘦𝘬𝘢𝘵 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢 𝘫𝘶𝘨𝘢.'
Beberapa bisikkan samar-samar didengarnya, namun Heekyung tidak terlalu memikirkan itu. Merasa sudah terbiasa karena tuan rumah menjadi sorotan malam ini.
Ia duduk di samping Junhwan, dan kembali memperhatikan Acara yang kini dipegang oleh Master of Ceremony.
"Malam ini, Nona tuan rumah akan membawakan lagu khusus. Dipersilahkan kepada nona Min Heekyung untuk maju kedepan." Heekyung memandang orang-orang di mejanya dengan ekspresi —malu.
"Semangat Heekyung-ah" Ujar sang ibu.
KIM JUNHWAN
Junhwan membungkukan badannya dengan sopan saat Tuan Min menyapa ayah dan ibunya, detik berikutnya Heekyung sudah bergelayutan memegang tangannya membuat Junhwan menghembuskan napas, bisa ia lihat ayah dan ibunya tersenyum mengejek, itu sudah biasa tapi Junhwan benar-benar kesal.
"Tipikal Min Heekyung, merayakan ulang tahun seperti pertemuan dengan raja dan ratu inggris." ejek Junhwan sambil melirik sang gadis yang ada di sampingnya.
Kini tungkainya melangkah mengikuti orangtuanya yang akan mengambil tempat duduk utama untuk penjamuan, samar-samar Junhwan mendengar gadis lain berbisik tanpa sadar hal itu membuat Junhwan memutar bola matanya jengkel.
Bagaimana bisa Heekyung mengundang gadis penggossip itu ke acara keluarganya.
Junhwan tidak pernah suka perjamuan malam seperti ini, percayalah hal-hal seperti ini adalah ajang bagi orang kaya untuk pamer dan membanggakan anak mereka.
"Jadi, Junhwan akan melanjutkan kuliah jurusan apa setelah lulus sekolah nanti?" Junhwan yang merasa pertanyaan itu tertuju padanya sontak menoleh ke arah Tuan Min.
"Aku akan mem-"
"Junhwan akan lanjut pendidikan dokter." belum sempat Junhwan menyelesaikan ucapannya sang ayah dengan cepat memotong.
Ah, kenapa dia harus kaget mendengar ucapan sang ayah, tentu saja memiliki studio musiknya sendiri tidak akan mendapat izin dari sang ayah atau ibu.
'Malam ini, Nona tuan rumah akan membawakan lagu khusus. Dipersilahkan kepada nona Min Heekyung untuk maju kedepan.'
Percakapan mereka berhenti saat seorang MC memanggil Min Heekyung untuk membawakan sesuatu, apa yang gadis itu lakukan? Ia tidak akan mempermalukan dirinya sendiri diacara yang seperti ini bukan?
Dari tempatnya duduk atensi sang adam fokus pada Min Heekyung karena cukup penasaran dengan apa yang akan gadis itu lakukan.
MIN HEEKYUNG
Heekyung melirik orang-orang yang berada di mejanya, tatapan terakhirnya ia tujukan pada Junhwan.
"Sehabis makan malam, temui aku di taman." Ucapnya berbisik seraya mengangkat tubuhnya untuk berdiri.
Gadis itu berjalan menuju panggung depan yang sudah diisi dengan para pemain instrumen. Ia berdiri sembari memegang stand-mic nya.
"Halo selamat malam, perkenalkan saya Min Heekyung." Pandangannya menelaah orang-orang yang menatapnya dari tempat duduk.
"Hari ini saya akan menyanyikan lagu Last Cristmas yang dinyanyikan oleh Wham! Saya harapㅡ semoga malam Natal ini kalian berbahagia dan senantiasa diberkati."
Saat kalimatnya selesai, tepuk tangan meriah menyambutnya seakan gadis itu akan segera mulai untuk bernyanyi.
"Ahㅡ lagu ini saya persembahkan untuk Kim Junhwan." Lirikan matanya menatap lelaki yang tengah duduk itu.
"Selamat ulang tahun, Junhwan."
Ucapan Heekyung membuat beberapa orang menatap ke arahnya dan Junhwan secara bergantian. Termasuk kedua orang tua Heekyung yang menatap gadis itu dan orangtua Junhwan —bergantian.
Lampu ruangan diredupkan, ia menghembuskan nafas agar lebih rileks saat bernyanyi.
Jemarinya memegangi standing-mic sambil menarik nafasnya, mulai bernyanyi.
"Last Christmas, I gave you my heart.
But the very next day, you gave it away."
Heekyung memberikan pandangannya pada Junhwan. Bernyanyi bagian intro tanpa instrumen sama sekali.
Entah apa yang dipikirkan Heekyung saat memilih lagu ini, namun firasatnya ada hal yang akan terjadi.
"This year, to save me from tears.
I'll give it to someone special."
Tirai dibelakangnya perlahan terbuka, dengan suara instrumen dan baking vocal yang menyambut suka cita suasana natal di Kediaman keluarga Min.
"Last Christmas I gave you my heart.
But the very next day you gave it away."
(you gave it away)
"This year, to save me from tears.
I'll give it to someone special."
(special)
"Once bitten and twice shy.
I keep my distance, but you still catch my eye."
"Tell me baby, do you recognize me?
Well, it's been a year, it doesn't surprise me."
Ekspresi wajah dan setiap intonasinya terlihat begitu tepat. Dengan sesekali menatap si lelaki yang tengah duduk di kursi dengan wajah cemberutnya.
"Merry Christmas" Para tamu ikut bersorak pada bagian khas lagu ini.
"I wrapped it up and sent it.
With a note saying 'I love you', I meant it."
"Now I know what a fool I've been.
But if you kissed me now, I know you'd fool me again."
Senyumannya merekah dengan para tamu ikut bernyanyi dengannya pada bagian terakhir.
"Last Christmas, I gave you my heart.
But the very next day, you gave it away"
(you gave it away)
"This year, to save me from tears.
I'll give it to someone special."
(special)
Para tamu mulai ikut menari, mereka semua bersuka cita atas malam yang begitu berbahagia ini. Min Heekyung sejujurnya sangat bahagia, ia sudah lama tidak pernah kembali bernyanyi seperti ini.
"Last Christmas, I gave you my heart.
But the very next day, you gave it away"
(you gave it away)
"This year, to save me from tears
I'll give it to someone special."
(special)
Ia tersenyum di akhir lagu yang disambut tepuk tangan dan apresiasi yang meriah dari para tamu.
Heekyung membungkukkan badannya beberapa kali seusai tampil, seperti dunianya kembali. Selama setahun terakhir ia tidak bernyanyi karena kecelakaan yang terjadi.
Tungkainya menuruni panggung dan kembali duduk di tempatnya semula. "Bagaimana, Eomma Appa?" Ujarnya dengan bersemangat.
"Bukankah kamu harus mendengar pendapat Junhwan dulu sebelum pendapat kami?" Ujar sang Ayah, yang diikuti kekehan dari orangtua Junhwan untuk mencairkan suasana.
"Ah iyaㅡ" Ia kembali bersemu merah. "Bagaimana, Junhwan Oppa?"
KIM JUNHWAN
Junhwan mengangguk tatkla Heekyung membisikan sesuatu padanya, ia lupa kalau kediaman Tuan Min sangat besar jadi ia mengerti dimana taman yang dimaksud oleh gadis itu, tentu saja bukan taman kota, itu terlalu jauh.
Atensi sang adam tidak lepas dari desain panggung yang begitu megah padahal hanya acara kerabat dekat saja tidak yang muluk-muluk seperti pentas seni namun lagi-lagi orang kaya memiliki standarnya sendiri, hal tersebut mungkin akan dilakukan orangtuanya juga yang sampai sekarang Junhwan tidak mengerti kenapa mereka harus menghabiskan banyak uang untuk satu malam.
Kini semua mata tertuju pada ratu pesta begitupun Junhwan, tidak hanya dirinya pasti orang yang datang juga penasaran dengan apa yang akan Heekyung lakukan.
'Untuk Kim Junhwan.' merasa namanya disebut membuat sang adam mencelos, tidak hanya Heekyung yang menjadi pusat perhatian tetapi dirinya juga, hei apa-apaan ini.
Sang adam melirik orang tuanya dengan tatapan 'aku tidak mengerti' tapi yang ia dapat hanya senyum meledek Hanna dan Donghan, baiklah mari berperan sebagai si polos yang tidak tahu apa-apa karena memang Junhwan tidak mengerti posisinya.
Suara Heekyung mulai memenuhi ruangan diiringi dengan musik, tidak buruk juga suaranya, ia tidak pernah tahu kalau meledek Hanna dan Donghan, baiklah mari berperan sebagai si polos yang tidak tahu apa-apa karena memang Junhwan tidak mengerti posisinya.
Suara Heekyung mulai memenuhi ruangan diiringi dengan musik, tidak buruk juga suaranya, ia tidak pernah tahu kalau dinyanyikan, Heekyung menuruni panggung dan mendekati meja utama dimana keluarganya dan keluarga Tuan Min duduk.
"Ah, bagus tentu saja." Junhwan tersenyum sambil mengangguk, memang suaranya bagus tidak bohong, detik berikutnya sang adam hanya terkekeh kecil mendengar penuturan Tuan Min.
"Omong-omong apa yang ingin kau bicarakan sampai harus pergi ke taman? Tidak bisa disini saja?" tanya Juhwan sedikit berbisik.
Junhwan yakin acara penjamuan akan memakan waktu yang panjang karena para orang dewasa akan membahas bisnis mereka yang pastinya akan sangat lama, jujur saja Junhwan tidak terlalu suka penjamuan seperti ini.
MIN HEEKYUNG
Heekyung melirik lelaki itu —Kim Junhwan sambil sesekali tersenyum. Beberapa pelayan mulai datang dan merapikan meja makan mereka untuk prosesi makan malam.
"Terimakasih untuk pujianmu, Junhwan." Ujarnya sembari membuka serbet makan malam dan menaruhnya pada paha si gadis.
Makan malam seperti ini menggunakan Table Manner, meski dirinya sendiri cukup risih, tidak masalah jika hal ini sesekali.
"Aku bernyanyi karena besok ulangtahunmu." Lanjutnya, membuat Dokter Kim mengalihkan pandangannya pada Heekyung.
'Jangan-jangan mereka lupa? Ahㅡ semua orang tua memang menyebalkan, hanya aku yang bisa melindungi Junhwan.' Monolognya dalam hati.
Heekyung sedikit memalingkan wajahnya ke samping, berbisik pada Junhwan.
"Karena itu aku ingin menjauhkanmu dari kerumunan orang kolot ini." Balas Heekyung sambil menujukkan wajah cemberut.
Beberapa pramusaji datang dengan membawa hidangan yang baru disajikan oleh Chef dari dapur keluarga Min. Jemarinya mulai menyantap Appetizer yang disediakan.
"Jika Junhwan jadi dokter. Heekyung akan menjadi Jaksa bukan?" Ayahnya kembali membuka pembicaraan.
"Ne, Appa. Nee?!" Ia mengangkat wajahnya, terlihat panik karena sang Ayah menyebutkan hal yang tidak terduga. Heekyung bertukar pandang dengan sang ibu sambil menujukkan wajahnya yang tidak senang.
"Aah iya.. mungkin aku akan mencoba mendaftar sekolah hukum." Jawab Heekyung dengan manis, ia tersenyum di akhir kalimatnya.
'Sekolah hukum apanya nilaiku saja sangat pas.' Jangan sampai ia dipermalukan lagi.
Hidangan Appetizer habis, digantikan pramusaji dengan Main Course yang telah disajikan di atas piring.
"Junhwan-ah.. aku ada permintaan untukmu. Bisakan kamu menjaga Heekyung selama bersekolah? Ia masih memiliki tubuh yang lemah setelah kecelakaan tahun lalu." Nyonya Min —Ibu Heekyung, membuka suara.
Heekyung menatap sang ibu dengan kesal.
"Eomma kenapa berbicara seperti itu? Aku tidak selemah itu." Ujarnya dengan tidak terima, sambil berbisik pada sang ibu yang berada di sisinya yang lain.
Sejujurnya ia merasa tidak enak pada Junhwan karena sang ibu menanyakan hal itu. Yang ada Junhwan akan semakin kesal pada dirinya.
KIM JUNHWAN
Junhwan hanya mengangguk, kini setelah penampilan Heekyung selesai dua keluarga itu mulai menyantap hidangan pembuka sambil berbincang, Junhwan memilih andil untuk diam karena tidak tertarik untuk ikut dengab obrolan orang dewasa.
"Tentu saja Junhwan akan lanjut pendidikan dokter, dia pintar Biologi." sang adam spontan memutar bola matanya jengkel saat mendengar ucapan sang ayah, untung saja kelakuannya tidak dilihat siapapun.
Memicarakan pendidikan anak saat sedang acara jamuan makan malam seperti sekarang ini adalah hal yang selalu Junhwan lewati, rasanya Junhwan lebih sering menghabiskan makan malam bersama Hanna dan Donghan saat acara seperti ini dibandingkan hanya mereka bertiga sebagai keluarga kecil.
"Ah." merasa Nyonya Min berbicara padanya membuat sang adam memekakan indera pendengarannya, ia menoleh ke arah Heekyung saat dengan tiba-tiba ibunya meminta Junhwan untuk menjaga gadis itu.
"Tentu saja." jawab sang adam, dia tidak punya pilihan lain bukan selain mengiyakan mandat dari Nyonya Min.
Junhwan kembali fokus dengan hidangan di depannya, ia menulikan telinganya lagi karena sudah lelah dengan hiruk pikuk ini, kalau bukan karena terpaksa dirinya pasti memilik untuk mendekam di asrama saat malam natal ketimbang harus berada di acara seperti ini.
Sang adam tidak benar-benar kesal dengan konteks acaranya, ia hanyal kesal dengan kegiatan yang dilakukan saat penjamuan seperti ini, ayolah ingin rasanya segera kembali ke rumah dan tidur.
"Apa Heekyung berniat untuk lanjut kuliah di luar negeri? Mungkin bisa ikut tes bersama Junhwan." merasa namanya disebut membuat sang adam menoleh ke arah ayahnya kemudian menatap sang ibu yang juga menatap ke arahnya.
Tunggu, sejak kapan dirinya akan lanjut kuliah di luar negeri, itu pembahasan yang belum pernah terjadi didalam keluarga mereka. Tatapan mata Junhwan pada Hanna seolah-olah berkata, 'kapan aku setuju untuk ke luar negeri?'
MIN HEEKYUNG
Heekyung tau bahwa Junhwan memang siswa yang cukup pintar di sekolah, pekataan Dokter Kim -pun menurutnya memang benar.
"Sekolah hukum di luar negeri akan sulit karena perbedaan sistem hukum dan dasar hukum yang berlaku. Jadi saya akan kuliah di Korea." Heekyung mendahului Ayahnya untuk bicara. Gadis itu tersenyum dengan tampang tak berdosa sambil melirik Ayahnya yang terlihat kesal.
Akan lebih tidak terkendali jika ayahnya banyak berbicara hal yang bahkan tidak direncanakan.
"Mungkin aku dan Junhwan bisa belajar bersama atau mempunyai tutor bersama, bagaimana?" Heekyung melahap potongan kuenya, kemudian melirik pada arah Junhwan, yang terlihat sedikit kacau meskipun tidak kentara.
Lagipula, memiliki tutor atau kelompok belajar yang sama dengan Junhwan bukanlah hal buruk.
Dirinya-pun sejujurnya kurang nyaman dengan kegiatan mengobrol seperti ini, hingga Heekyung dengan cepat menghabiskan makanan penutupnya.
Heekyung memperhatikan orang-orang di meja yang kini mulai terdiam karena fokus untuk menghabiskan hidangan mereka.
Gestur tangannya memanggil seorang pelayan. Salah satu pelayan disana memberikan polaroid yang Junhwan berikan padanya selain hadiah ulangtahun.
Heekyung sesekali memotret dirinya sendiri dengan mini polaroid tersebut, hingga akhirnya ia membuka suara disaat sang ibu melihatnya. "Ini hadiah dari Junhwan dan kalung yang kupakai juga hadiah darinya." Intonasi gadis itu terdengar bangga dengan hadiah yang diberikan. Senyumnya ia arahkan pada si tuan pemberi —Junhwan.
Jemarinya meraih gelas berleher tinggi untuk minum sebelum meminta izin untuk meninggalkan mereka yang masih makan.
"Appa, Eomma, Dokter Kim. Saya izin untuk pergi dulu." Ujarnya sembari berdiri dan agak membungkukkan tubuhnya.
Salah satu jarinya menyentuh Junhwan, menyuruh lelaki itu segera menyusulnya untuk ke belakang —sesuai rencana. Heekyung meninggalkan orang-orang disana berjalan ke arah belakang rumahnya yang terdapat sebuah taman bunga, beberapa gazebo untuk berteduh, dan sebuah danau.
Dirinya duduk di salah satu kursi taman sambil sesekali melemparkan batu ke arah danau, menunggu kedatangan Kim Junhwan, untuk memberikan sesuatu.
KIM JUNHWAN
Junhwan menahan diri untuk tidak memijat pelipisnya, ia benar-benar pening berada di antara orang tua ini, baginya semua yang dikatakan orang dewasa itu hanya omong kosong, ia tahu di balik senyum mereka ada otak yang tengah berpikir apa saja yang harus mereka pamerkan agar saat seperti ini mendapat pengakuan.
Kalau saja Junhwan tidak peduli dengan nama baik keluarganya sudah pasti ia akan pergi meninggalkan meja jamuan dan keluar ruangan. Junhwan yang duduk bersama keluarga dan kolega orangtuanya adalah Junhwan yang berbeda dengan Kim Junhwan di sekolah, dimana saat berada di luar jangkauan ayah dan ibunya sang adam bisa menjadi sosok laki-laki yang sangat ekspresif tidak seperti sekarang mematung.
Entah sudah berapa kali Junhwan menghembuskan napas perlahan dan mencoba menahan fokusnya walaupun sebenarnya dia tidak fokus lagi dengan topik pembicaraan diantara mereka semua. Sang adam memilih untuk meneguk air mineralnya guna mengalihkan fokus, ia ingin pergi dari sini, ingin kembali ke asrama dan hidup normal.
Junhwan mengangguk kecil tatkala Heekyung memamerkan hadiah pemberiannya, ia juga baru sadar kalau sejak tadi gadis itu memakai kalung yang ia kasih sebagai kado ulang tahun. Selang beberapa saat Heekyung izin untuk beranjak meninggalkan meja jamuan membuat Junhwan merasa lega karena gadis itu menyertakan dirinya untuk pergi.
Kali ini hanya untuk kali ini ia berterima kasih pada gadis itu karena secara tidak langsung Heekyung sudah menolongnya lepas dari lingkar permbicaraan orang dewasa.
Junhwan beranjak dari tempat duduknya, ia sedikit membungkukan badan untuk meninggalkan meja jamuan. Sejak kecil sang adam sudah akrab dengan tata krama, jika bicara soal tata krama dan sikap Kim Junhwan tidak perlu diragukan lagi, Hanna dan Donghan bisa mempercayai anaknya untuk hal yang satu itu.
"Ada apa, Heekyung?" tanya Junhwan yang kini berada di belakang teman kecilnya itu, dari tempatnya berdiri ia hanya bisa melihat bagian belakang tubuh temannya.
Sang adam memasukan dua tangannya kekantung celana, proporsi tubuh yang cukup tinggi untuk ukuran anak sekolah menengah atas membuatnya sepuluh kali lebih dewasa saat memakai pakaian formal, ya, sebut saja terlihat lebih tua.
MIN HEEKYUNG
Sejujurnya banyak hal yang dipikirkan oleh Heekyung saat ini.
𝘈𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘑𝘶𝘯𝘩𝘸𝘢𝘯 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘶𝘬𝘢𝘪 𝘩𝘢𝘥𝘪𝘢𝘩𝘯𝘺𝘢?
𝘈𝘱𝘢 𝘪𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘨𝘦𝘭𝘪 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘤𝘢 𝘴𝘶𝘳𝘢𝘵𝘯𝘺𝘢?
𝘈𝘱𝘢 𝘴𝘶𝘳𝘢𝘵 𝘪𝘯𝘪 𝘵𝘦𝘳𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘬𝘦𝘬𝘢𝘯𝘢𝘬𝘢𝘯?
Hamparan danau yang tenang, membuat gadis itu bisa sedikit merasa nyaman, cukup jauh dari kebisingan pesta di dalam rumahnya.
Heekyung menatap sebuah surat yang lengkap dengan amplop ber-stempel Clan keluarganya.
Bagaimana mengucapkannya, ia bingung. Rasanya, begitu antusias serta gugup karena akan memberikan surat ini pada Kim Junhwan. Meski bukan kali pertama, bahkan sudah puluhan surat ucapan natal, paskah, ulang tahun, bahkan surat pengakuan pernah dikirimkannya pada Junhwan.
Ia benar-benar memikirkan lelaki itu disaat menulis surat ini. Hanya kebahagiaan Junhwan yang ia pikirkan sekarang, terdengar naif tapi memang sepolos itu perasaan Min Heekyung perihal hubungan antara laki-laki dan perempuan yang sebenarnya.
Ia yakin bahwa Junhwan akan melihat perasaannya, bukan hanya seorang adik kecil yang harus dijaga-nya.
Suara langkah sepatu pada rumput-rumput basah menyadarkan bahwa kawan kecil-nya itu sudah datang menghampiri. Heekyung sama sekali tidak menoleh, ia mengatur nafasnya agar ekspresinya tidak memalukan.
Si puan beranjak dan melangkahkan kakinya untuk berdiri di samping Junhwan. Tidak berani menatap bahkan menolehkan kepalanya —ia hanya menatap lurus danau sembari meninggalkan satu tangannya di belakang tubuh dengan berniat menyembunyikan surat yang disiapkannya.
"Selamat ulang tahun."
Heekyung melirik arloji di tangan kirinya. Belum tepat pukul dua belas malam. Ia rasa tidak masalah jika mengucapkannya langsung dan lebih dulu daripada menunggu tengah malam setelah pesta usai.
Gadis itu menolehkan wajahnya untuk melihat Junhwan. Dengan tersenyum sembari memuja Tuhan atas karunia-nya yang diberikan pada putra dari Dokter Kim Donghan dan Kim Hana. Tata krama, tanggung jawab, kepintaran, bakat, rupa, serta postur yang diberikan secara sempurna.
Hanya melihat-nya saja sudah membuat semburat merah pada garis wajah Min Heekyung.
"Terima kasih atas hadiahnya, aku sangat suka." Jemari Heekyung memegang kalung yang dipakai dengan senyuman bahagia-nya.
"Perihal beberapa hari lalu, aku minta maaf menelfonmu di malam hari.. hanya saja waktu itu aku sedang ingin mendengar suaramu setelah berdebat dengan Appa."
Ia mengucapkannya dengan jujur, meskipun pada akhirnya beberapa butir 𝑨𝒍𝒑𝒓𝒂𝒛𝒐𝒍𝒂𝒎 dapat membuatnya terlelap malam itu.
KIM JUNHWAN
Kini keduanya saling berdiri bersampingan, Junhwan tidak mengeluarkan banyak kata mendengar segala ucapan Heekyung, atensi sang adam fokus pada pemandangan malam di depannnya, sangat indah dan sunyi sampai fokusnya tidak ingin lepas.
"Sama-sama, kalung itu cocok untukmu." puji sang adam, entah ada angin apa rasanya Junhwan ingin memuji gadis di sampingnya.
Ada gurat lelah yang terpancar di wajah Junhwan, ia sedikit kacau entah karena apa, sepertinya setiap jamuan makan malam seperti ini membuat moodnya tidak baik sehingga air mukanya tidak begitu bersahabat.
Detik berikutnya Junhwan melihat arloji yang melingkar di tangan kiri, ia baru sadar beberapa jam lagi ulang tahunnya, kalau Heekyung tidak menyinggung tentang ulang tahun mungkin ia tidak akan ingat.
Sudah lama ia tidak menikmati hari ulang tahunnya sendiri sampai ia lupa bagaimana harusnya bersuka cita di hari pertambahan umur seperti yang Heekyung lakukan.
Pesta? Mungkin kedua orangtuanya tidak akan menolak keinginan Junhwan untuk berpesta saat ulangtahunnya tapi tidak ada kesenangan yang bisa di harapkan oleh Junhwan saat pesta itu berlangsung karena sudah bisa dipastikan pesta yang harus menjadi miliknya akan berubah tangan menjadi malam penjamuan seperti hari ini.
Kadang, Junhwan merasa segala sesuatu yang jelan di garis takdir tidak cocok dengannya, bagimana bisa ia memiliki semua materi tapi tidak pernah mendapatkan kasih sayang?
"Omong-omong, kenapa membawaku kesini?" sang adam menoleh dengan maksud melihat gadis yang berdiri di sampingnya.
Junhwan melirik ke arah tangan Heekyung, gadis itu tampak menyembunyikan sesuatu tapi ia tidak terlalu ingin ikut campur.
"Kau baik-baik saja?" urung menanyakan apa yang Heekyung sembunyikan ia memilih untuk bertanya kondisi gadis itu karena dilihat putri Tuan Min memiliki sesuatu yang ingin disampaikan.
MIN HEEKYUNG
Min Heekyung menggigit bibir bawahnya dengan gemas, menundukkan wajah karena pikirannya berkecamuk antara ia harus mengatakannya pada Junhwan atau tidak.
Dalam hati ia ingin bersandar pada laki-laki itu, entah sebagai teman lama atau sebagai laki-laki dan perempuan.
Tubuhnya bergeser ke samping untuk menghadap ke arah Junhwan —meskipun lelaki itu memandang lurus ke arah Danau. Menatapnya selama beberapa detik hingga menyadari bahwa gurat wajah anak adam itu terlihat begitu melelahkan.
𝘔𝘢𝘢𝘧 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘸𝘢𝘮𝘶 𝘬𝘦𝘴𝘪𝘯𝘪.
Membuatnya yakin, karena beban Junhwan akan bertambah jika Heekyung menjadikan Junhwan sadaran untuk dirinya. Ia tidak boleh egois bukan?
"Aku tentu harus baik-baik saja 'kan?" Nafasnya tertahan sebelum menjawab, Jawabannya terdengar bias tapi memang kenyataannya seperti ini. Anak-anak orang kaya yang tidak sepenuhnya puas akan kehidupan mereka.
"Terimakasih atas pujiannya."
Kedua ujung bibirnya terangkat, gadis itu tersenyum seolah tidak memiliki beban apapun di hidupnya. Hal ini pun menurutnya sudah cukup, ia bisa bahagia dengan membantu Kim Junhwan melewati masa-masa sulit.
"Bagaimana dengan Band yang kamu ikuti?" Heekyung mengucapkannya dengan hati-hati saat bertanya mengani hal ini.
Sebentar, Junhwan belum mengatakan apapun mengenai hal ini padanya. Heekyung memilih topic yang salah untuk dibicarakan, ia merutuk di dalam hatinya.
Kebiasannya untuk membuntuti Junhwan dari sekolah dasar tidak pernah berubah. Meskipun ia sudah pernah tertangkap basah dulu, tetap saja Heekyung kembali membuntutinya sejak awal bersekolah di Gyeonghan.
Entah ia gila. Membututi Junhwan dan melihat lelaki itu bersikap dengan bebas dari sebuah teropong memang menyenangkan.
Sesekali ia menggigit bibir dengan gusar, seperti membuka rahasianya sendiri, takut jika lelaki ini akan kembali marah saat sadar dibuntuti dan menyangka hal yang tidak-tidak padanya.
"Aku sempat melihatmu berlatih instrumen bersama anak laki-laki lain." Heekyung melanjutkan ucapannya.
KIM JUNHWAN
Tanpa sadar Junhwan menarik napasnya dalam kemudian menghembuskannya, ia mencoba untuk menjernihkan pikiran karena tidak ingin malam ini menjadi kalut.
Sejujurnya dia tidak enak jika harus bersikap acuh pada Heekyung, malam ini adalah pestanya jadi ia akan bersikap baik untuk tidak menghancurkan acara gadis itu.
"Ah-" ucapannya tercekat karena tertahan, otaknya berkata untuk mencari pembahasan lain selain band yang Heekyung singgung tapi hatinya berkata akan baik-baik saja jika membahas tentang band miliknya bersama teman-teman.
"Latihan ya, berjalan lancar dan baik." kalimat yang semula tertahan akhirnya lepas dari bibir Junhwan, lagipula tidak ada yang bisa disembunyikan lagi, cepat atau lambar Heekyung akan tahu keseriusannya bersama band.
"Heekyung-ah." sang adam berusaha untuk melembutkan suaranya agar tidak terdengar menuntut, "kau tahu orangtuaku tidak setuju dengan musik, kan?" singgung Junhwan.
Dalam lubuk hatinya Junhwan berharap kalau Heekyung bisa diajak untuk kerjasama, tidak akan membocorkan kegiatannya di sekolah bersama dengan teman-temannya, jika hal itu terjadi habis sudah rencana Junhwan, orangtuanya pasti marah besar.
"Aku harap kau tidak memberitahu mereka." ucapan yang semula tertahan akhirnya lolos.
Bagaimanapun Junhwan harus mempertahankan kebehagian yang ia miliki sekarang, Heekyung adalah kunci dari semuanya, jika gadis itu buka mulut sudah dipastikan semuanya akan menjadi berantakan.
Hening, detik berikutnya sang adam memilih untuk bungkam menunggu gadis di sampingnya memberi respon. Hari pertama laki-laki bermarga Kim itu memutuskan untuk membangun sebuah Band bersama teman-temannya ia jelas sudah memikirkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi jika orangtuanya mengetahui kegiatan tersebut tapi Junhwan tidak berpikir rahasianya akan terbongkar begitu cepat, bahkan sebelum pernampilan perdana mereka.
MIN HEEKYUNG
Ia harus cepat meminta maaf sebelum kemarahan Junhwan akan meledak pada dirinya. Namun, sebelum Heekyung berucap, Junhwan sudah membuka suaranya terlebih dahulu.
"Baguslah jika semuanya berjalan dengan baik. Jagalah kesehatanmu meskipun nanti semakin sibuk di sekolah."
Heekyung menghembuskan nafasnya dengan lega, Junhwan tidak sampai mengatakan hal yang ia pikirkan di dalam hati.
Sosok acuh disampingnya ini, tentu saja memiliki banyak beban sedari kecil. Heekyung selalu beranggapan bahwa Junhwan adalah sosok hangat yang tengah tertekan oleh kedua orangtuanya.
Termasuk hal ini, Heekyung tahu banyak bahwa Junhwan begitu menikmati masa-masa bermusiknya saat ini. Bagaimana ia bercengkrama dengan kawan-kawannya seolah melupakan beban yang ditunjukan padanya saat ini.
Heekyung tidak bisa menolak satupun permintaan maupun ucapan Junhwan. Meskipun kontra dengannya, ia akan melalu mengikuti arah lelaki itu.
"Tidak perlu khawatir, aku tidak akan mengatakan apapun pada mereka."
"Kamu memiliki bakat dalam bermusik dan selama kamu bisa bahagia, aku akan terus mendukungmu Junhwan."
Min Heekyung terkekeh pelan, merasa gemas melihat Junhwan yang seolah khawatir ia akan membocorkan hal itu pada Dokter Donghan dan Dokter Hana. Meski ia tahu, kekhawatiran lelaki itu nyata adanya.
"Omong-omong, aku membawamu kesini karena ingin menyampaikan sesuatu.." Tawanya terhenti, diikuti dengan helaan nafas panjang yang terdengar serius.
Waktu sudah semakin malam, ia tidak bisa terus menahan lelaki itu disini sedangkan pesta akan segera usai.
Heekyung menurunkan tangan yang sedari tadi disembunyikan di belakang –pegal juga. Tubuhnya menghadap ke arah Junhwan sembari mengulurkan surat itu dengan kedua tangannya.
"Kim Junhwan, Selamat ulang tahun yang ke enam belas tahun."
"Begitu banyak yang ingin aku sampaikan padamu, tapi.. aku tidak bisa menyampaikannya secara langsung. Jadi aku menulis surat ini, aku sudah mempersingkatnya meskipun banyak hal yang masih ingin aku sampaikan padamu."
Heekyung mengangkat kepalanya, menatap wajah teruna di hadapannya tanpa rasa untuk takut.
ㅤ
ㅤㅤㅤㅤ 𝑪𝒉𝒓𝒊𝒔𝒕𝒎𝒂𝒔 𝑳𝒆𝒕𝒕𝒆𝒓
ㅤㅤㅤㅤ From: 민희경
ㅤㅤㅤㅤ To: 김준환 (@gnh_minhee)
ㅤ
KIM JUNHWAN
Ada perasaan lega saat Junhwan mendengar jawaban Heekyung, walaupun gadis itu terkedang menyebalkan tapi ia bisa percaya kata-kata yang Heekyung janjikan, semoga saja gadis itu menyimpan rahasianya sampai nanti takdir yang mengungkap.
"Terima kasih, selamat ulang tahun untuk mu, Heekyung." jelas, sang adam lebih rileks dari sebelumnya, ia menoleh ke arah arah gadis yang berdiri di sampingnya.
"Apa?" ada rasanya penasaran yang tersirat, sebenarnya dari awal Junhwan yakin kalau tujuan Heekyung membawanya kemari bukan tanpa alasan, selain pergi dari orangtua mereka pasti ada sesuatu yang penting.
Junhwan mencoba untuk memahami perkataan Heekyung, sedikit penasaran tentang seberapa banyak hal yang ingin di sampaikan oleh gadis itu, jarang sekali Junhwan melihat putri Tuan Min tampak serius seperti ini, entah mengapa rasanya seperti akan menjadi pertemuan terakhir dalam waktu dekat?
Detik berikutnya Heekyung mengulurkan tangan dengan sepucuk surat. Heran, Junhwan menerima surat itu lalu melirik Heekyung untuk mendapat izin membacanya.
Perlahan sang adam membuka surat yang diberikan, keningnya berkerut saat melihat lembar putih yang ia dapat, tidak ada goresan tinta di atas kertas putih tersebut, jadi apa yang harus dia baca? Apakah Heekyung edang mengerjainya?
"Kosong?" ia menoleh ke arah Heekyung, tatapannya seolah berkata 'kau sedang mengerjaiku?'
Sebenarnya kalau memang Heekyung mengerjainya tidak masalah juga? Ulang tahun identik dengan saling-mengerjai-satu-sama-lain bukan? Tapi kertas kosong? Apa artinya.
MIN HEEKYUNG
Heekyung tidak mengalihkan sedetik-pun pandangan dari Kim Junhwan yang telah mengambil suratnya.
Menelaah gerak-gerik si anak adam hingga ia dengan yakin menganggukkan wajah dikala orang dihadapannya ini memberikan gestur untuk membaca surat yang telah dibuat Heekyung.
Mulai tidak fokus. Pikirannya melayang jauh, 𝘣𝘶𝘬𝘢𝘯𝘬𝘢𝘩 𝘴𝘢𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘮𝘢𝘭𝘶 𝘫𝘪𝘬𝘢 𝘑𝘶𝘯𝘩𝘸𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘤𝘢 𝘪𝘯𝘪 𝘥𝘪𝘩𝘢𝘥𝘢𝘱𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢?
Tapi, Heekyung juga penasaran akan reaksi yang lelaki itu berikan setelah membaca surat yang dibuatnya.
Wajahnya terlihat gusar –tidak rileks, jemarinya tidak bisa berhenti memainkan kukunya akibat ia merasa gugup.
"Kosong?" Seolah kesadarannya kembali, ia sedikit tersentak dan terdiam sesaat sebelum menjawab Junhwan, berusaha untuk mencerna pertanyaan yang diberikan.
"Ah.. suratnya.. kau harus membaca itu di depan sesuatu yang bercahaya. Bisa lilin atau tungku api."
Wajahnya menoleh pada kerumunan pesta di dalam rumah, ia tidak mungkin membawa Junhwan ke dalam rumah yang terlihat begitu ramai.
"Mungkin kau bisa membacanya disana."
Heekyung menunjuk salah satu lampu taman yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Ia melangkahkan kakinya terlebih dahulu agar lelaki itu mengikutinya.
"Kau harus menempatkan kertasnya di depan cahaya, agar tulisannya terlihat." Langkahnya terhenti, memperhatikan Junhwan.
"Maaf, aku tidak maksud untuk membuatmu kesulitan. Aku hanya tidak ingin orang lain membaca surat yang aku berikan padamu."
Ia mengatakan yang sebenarnya, lagipula tidak ada hal yang ingin ditutupi antara dirinya dan Kim Junhwan. Ya, meskipun lelaki itu belum tentu bersikap hal yang sama padanya. Entahlah, ini hanya pikiran Heekyung saja.
Mungkin hal ini sudah biasa untuk orang lain, bisa terdengar berlebihan bahkan terdengar sederhana, 𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘴𝘦𝘣𝘶𝘢𝘩 𝘩𝘢𝘭 𝘴𝘦𝘥𝘦𝘳𝘩𝘢𝘯𝘢 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘭𝘶𝘢𝘳 𝘣𝘪𝘢𝘴𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘦𝘴𝘢𝘯 𝘫𝘪𝘬𝘢 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘬𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘳𝘣𝘢𝘪𝘬.
Setidaknya, itu yang selalu memotivasi Heekyung untuk berusaha maksimal dalam hal sekecil apapun.
KIM JUNHWAN
Mulanya Junhwan terdiam kemudian sang adam terkekeh kecil dan mengangguk, tidak ingin membuat Heekyung merasa bersalah dengan respon yang diberikan. Bukankah Junhwan baik? Dia sudah lelah kucing-kucingan dengan gadis itu, toh keduanya sudah sama-sama dewasa, perilakuan yang acuh sudah tidak sepantasnya Junhwan berikan.
"Jadi, harus menggunakan lampu?" bagaimana bisa dia mendapat ide seunik ini, pertama kalinya Junhwan membaca surat menggunakan cahaya.
Penasaran dengan apa yang akan terjadi saat kertas yang ia pegang berada di atas cahaya, Junhwan mengikuti saran Heekyung untuk menuju ke arah salah satu lampu taman yang cukup besar.
Sang adam membawa tungkainya menuju salah satu lamou taman kemudian meletakan kertas kosong yang menjadi surat untuknya, sejenak ia memposisikan kertas di atas lampu beberapa kalimat mulai terbaca dengan fokus sang adam membaca surat itu.
Dari surat yang Heekyung berikan sebagai hadiah dapat dilihat kalau gadis itu benar-benar peduli padanya, walaupun terkadang sikapnya memang menyebalkan tapi Junhwan jadi lebih terbuka untuk menerima gadis itu sebagai temannya. Perasaan tidak enak dan bersalah menghinggapi Junhwan, apakah perlakuannya selama ini terlalu kasar?
Dia sadar, Heekyung hanya ingin berteman dengannya namun ia mendorong gadis itu terlalu kuat, keberadaan Heekyung semula hanya pengganggu, Junhwan tidak suka jika sang gadis mengikutinya tapi ia harus merubah pikiran itu sekarang, mereka tampaknya bisa baik-baik saja.
"Kau menulisnya sendiri?" ujar sang adam setelah selesai membaca setiap kalimat yang tertulis di atas kertas putih tersebut.
"Terima kasih, Heekyung-ah." Junhwan tersenyum lalu mengganggu.
"Aku akan simpan surat ini," ada jeda di tengah kalimatnya, "mari berteman."
MIN HEEKYUNG
"Iya.." Heekyung hanya bisa tersenyum kaku saat Junhwan terkekeh atas jawaban yang diberikannya. Merasa aneh? sudah pasti.
Lelaki itu sepertinya mempunyai mood yang lebih baik sekarang, entah karena dirinya atau bukan. Ia senang bisa melihat Junhwan mulai bebas untuk bersikap di hadapan Heekyung.
Kedua netranya melihat pada raut wajah Junhwan yang terlihat begitu fokus membaca surat. Sesekali gadis itu menghembuskan nafasnya karena rasa tegang yang menghampiri.
Selesai, Junhwan membaca surat darinya bahkan kurang dari lima menit.
Lebih cepat dari yang ia bayangkan, karena membaca tulisan yang hampir transparan itu tidak mudah. Tapi sepetinya Junhwan membacanya dengan baik.
"Ah.. iya aku menulisnya sendiri." Jawabnya dengan ragu, Heekyung takut bahwasannya lelaki ini akan memberikan umpan balik yang tidak diharapkan.
"Sama-sama Junhwan. Aku senang bisa menulis itu untukmu. Tahun depan aku akan memberikan surat natal lagi untukmu."
Heekyung mengangguk saat menjawab, lalu menundukkan wajahnya karena —malu. Wajahnya kini sudah diliputi semburat kemerahan, lagi.
Terdengar berlebihan, tapi dengan Junhwan berterimakasih dengan nada bicara yang terdengar begitu hangat cukup membuat sekujur tubuhnya memanas, serasa dihinggapi kupu-kupu.
Si nona Min mengangkat wajahnya kemudian menatap Junhwan yang meluncurkan kata-kata tudak terduga.
𝘏𝘢𝘩? 𝘈𝘱𝘢 𝘬𝘢𝘵𝘢𝘯𝘺𝘢? Heekyung terdiam untuk memastikan apa yang didengarnya tidak salah. Apakah Junhwan kerasukan arwah dari danau? Tidak mungkin.
Ekpresi wajahnya terlihat kebingungan, "Berteman? Maksudku.. kita kan sudah berteman selama ini. Junhwan."
Jawabannya terdengar begitu kaku dan kikuk. Tidak, salah. Bukan itu maksudnya, Heekyung menggelengkan kepala.
"Maksudku.. sekarang aku benar-benar akan menjadi temanmu?" Kedua ujung bibirnya terangkat —lebar, senyum si nona begitu merekah. Matanya yang berkunang-kunang karena rasa bahagia yang menghampiri di hari ulang tahun-nya.
"Tentu! Mari berteman!"
KIM JUNHWAN
Tenang, semuanya berjalan lancar, tidak ada lagi rasa kesal yang ia rasakan pada Heekyung, Junhwan sadar kalau gadis itu sama sepertinya, hanya ingin mendapat teman untuk berkeluh kesah, beranjak dewasa sang adam juga paham betul kalau Heekyung tidak benar-benar berniat untuk mengganggunya, sekarang sudah selesai, tidak ada lagi masalah diantara merekan, juga, tidak ada alasan bagi Junhwan untuk menjauhi gadis itu.
"Maaf untuk yang dulu." ucapnya di akhir, tidak enak jika mengingat sikapnya yang acuh.
Di tengah perbincangan anak adam dan hawa, sosok lain yang tidak bukan adalah Kim Donghan dan Kim Hanna datang, orangtua Junhwan mengintrupsi obrolan mereka. Ah, sudah larut? Melihat eksistensi kedua orangtuanya membuat putra Kim dengan spontan melirik arloji yang melingkar di tangan kiri, benar, sudah larut.
"Junhwan, sudah jam segini." anggukan kecil berikan sebagai respon, Junhwan tersenyum pada Heekyung sebagai tanda perpisahan mereka malam itu.
Tungkainya melangkah keluar dari rumah besar Tuan Min, pesta masih diselenggarakan tapi sudah menjadi kebiasaan keluarga tidak pernah menghadiri penjamuan sampai akhir karena jadwal Donghan dan Hanna yang begitu pada pagi hari nanti.
"Kalian bicara apa? Serius sekali." tanya Hanna saat keluarga kecil itu memasuki kendaraan yang akan membawa mereka pulang.
"Hanya masalah sekolah." jawabnya singkat, tidak ingin memberitahu kedua orangtuanya kalau Heekyung memberinya hadiah, bisa habis dia menjadi bual-bualan.
Hening melanda di sepanjang perjalanan, Junhwan yang memang tidak berniat untuk buka suara memilih untuk menatap ke luar jendela, lampu kota menyinari malam natal, bersamaan dengan salju yang turun malam itu Junhwan memejamkan mata dan berdoa di hari ulang tahunnya.
Semoga saja kebahagiaan yang dia rasakan tidak cepat berlalu, tahun depan ada banyak hal yang Junhwan ingin lakukan, setidaknya setiap langkah yang dia ambil bisa jauh dari telinga kedua orangtuanya.
Sang adam membuka matanya setelah mengucapkan doa, ia menghembuskan napas kecil berharap doanya didengar.
THE END
Comentários