# Missing
- 민희경
- Feb 2, 2021
- 20 min read
Updated: Feb 19, 2021
⠀⠀⠀⠀
⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀mιssιᥒg (adj.)
⠀⠀⠀⠀⠀/ˈmisiNG/
⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀(of a thing) not able
⠀⠀⠀⠀⠀to be found because it is
⠀⠀⠀⠀⠀not in its expected place.
⠀⠀⠀⠀⠀Daily Plot, Partnered with Yoon Jaehyun.⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀

YOON JAEHYUN
⠀⠀⠀⠀Musim dingin yang datang berhasil mewarnai setiap sudut kota Seoul jadi putih. Tumpukan salju yang bertengger di dahan pohon tanpa daun tampak begitu khas. Tampak bagus untuk sekadar berswafoto di saat jalanan masih sepi.
⠀⠀⠀⠀Beberapa hari lalu, salju turun deras dan membuat salju di jalanan kian menebal. Sangat cocok untuk digunakan pergi bermain salju sembari melepas penat. Namun, salju tersebut ada kalanya terasa mengganggu. Kalau sudah begini, dibutuhkan sepatu dengan sol tebal untuk menghalau dingin.
⠀⠀⠀⠀Kenakan setelan musim dingin lengkap, Yoon Jaehyun melangkah pergi tinggalkan kamar asrama yang nyaman. Padahal ia tidak begitu tahan dengan hawa dingin. Hanya saja, ada urgensi khusus yang membuat ia harus pergi. Bukan hendak pulang ke rumah, tapi ke minimarket terdekat.
⠀⠀⠀⠀Jaehyun bermaksud untuk membersihkan rambut saat mandi. Kucuran air hangat membantu dirinya merasa nyaman sejenak di tengah hawa dingin yang kian menusuk tulang. Namun, kegiatan itu harus terganggu ketika ia menyadari samponya telah habis. Masih bisa diisi dengan air, tapi ... siapa yang bisa menjamin kalau rambutnya sudah benar-benar bersih? Tidak ada, 'kan.
⠀⠀⠀⠀Singkat cerita, di sini lah Jaehyun sekarang. Baru saja tiba di minimarket dekat sekolah usai melangkah tergesa menembus gelapnya malam. Butuh waktu kira-kira lima menit kalau keluar dari gerbang. Itu pun harus melangkah cepat. Kalau tidak, mungkin bisa lebih lama lagi.
⠀⠀⠀⠀Sapaan acuh tak acuh diberikan oleh penjaga minimarket. Tuan yang disapa hanya membalas dengan anggukan kecil. Mari ambil apa yang diperlukan, lalu kembali ke kamar sebelum membeku kedinginan.
MIN HEEKYUNG
Hari Senin, Hari Senin sudah dekat. Satu hari yang dibenci rata-rata anak sekolah, 'kan? Termasuk Min Heekyung.
Liburan semester, liburan musim dingin, dan libur natal serta tahun baru disatukan hingga jangka waktu libur yang semakin pendek. Menurutnya, sangat menyebalkan.
Seharusnya si nona bisa lebih lama untuk bersantai di rumah, menonton film dekat tungku api ditemani dengan coklat panas dan mashmallow. Terdengar sepurna? Tentu saja.
Kenyataannya, Min Heekyung sudah berada di asrama sejak hari Jum'at. Begitu banyak barang yang harus ia benahi dan dibersihkan agar saat masuk sekolah ia bisa lebih nyaman tinggal di Asrama.
Dari mulai mencuci baju, memeriksa persediaan, menyusun buku, memberikan nama dan bungkus berbahan plastik pada buku-nya.
Tidak lupa, ia harus mengisi penuh lemari camilan dan stok makanan sebelum sekolah dimulai. Karena makanan dan camilan adalah salah satu hal yang bisa membuat semangat gadis itu untuk belajar kembali membara.
Disinilah ia sekarang, Supermarket yang berjarak beberapa blok dari gedung sekolah untuk melaksanakan agenda yang terakhir, untuk memenuhi lemari makanan dan berbelanja keperluan kebersihannya di asrama.
Meskipun diluar matahari sudah turun disertai salju turun dengan deras, Heekyung tetap bersikeras untuk pergi berbelanja agar ia bisa bersantai lebih cepat malam ini.
Jalanan aspal yang tertutup cukup dalam hingga membuat boots nya meninghalkan jejak disana. Ornamen natal serta tahun baru yang masih menghiasi jalanan kecil disana membuatnya tidak terlalu takut untuk pergi sendiri.
Lagipula, yang ada hantu akan takut pada Min Heekyung.
Suara bel menyambutnya dikala mendorong pintu minimarket disana, dengan seorang penjaga kasir yang terlihat masih —remaja mengucapkan selamat datang.
Heekyung tidak menjawab, mencelos begitu saja —mengambil salah satu keranjang belanja yang berukuran lebih besar.
Dirinya mengambil banyak barang —termasuk camilan, frozen food, susu, dan beberapa keperluannya untuk di asrama seperti tissue dan pewangi ruangan.
Selesai, dirinya sudah cukup berbelanja sebanyak ini. Lagipula, belum tentu Min Heekyung kuat membawanya kembali jika berbelanja lebih banyak dari ini. Tungkainya melangkah menuju kasir.
Ting.
Pintu minimarket kembali terbuka, menampakkan seseorang disana —tidak begitu jelas. Sepertinya lelaki jangkung itu murid Gyeonghan juga —entah seorang kawan satu angkatan atau mungkin senior.
Min Heekyung hanya menolehkan wajahnya sekilas hingga teruna itu tak terlihat —memasuki lorong diantara rak.
YOON JAEHYUN
⠀⠀⠀⠀Hal yang cukup khas di minimarket adalah keberadaan televisi. Tayangan yang terpampang di sana pun banyak bergantung pada selera si penjaga. Ini hanya teori berdasarkan pengamatan pribadi, sih. Sejauh ini, belum ada tindakan yang dapat mematahkan teori tersebut.
⠀⠀⠀⠀Jikalau dia tipikal orang penyuka kabar terkini, pasti lah akan menampilkan berita. Jikalau penyuka drama, pasti akan menayangkan drama yang tengah tayang di layar kaca. Jikalau tidak keduanya, opsi paling umum adalah memutarkan lagu.
⠀⠀⠀⠀Lebih kurang, begitu lah kondisi minimarket ini. Situasi sekitar yang tampak cukup sepi buat lagu di televisi terdengar lebih jelas. Si penjaga minimarket tampaknya memang sengaja memilih lagu pop terkini untuk didengarkan. Terbukti dari kepalanya yang turut bergerak ikuti irama lagu. Namun, usahanya tidak membuahkan hasil. Padahal lagu itu terdengar enak untuk dinikmati sambil memilih barang.
⠀⠀⠀⠀Atensi tertuju pada jajaran sampo yang terpajang dalam rak. Beragam merk dagang serta embel-embel promosi saling berlomba
⠀⠀⠀⠀Jaehyun sempat mengamati televisi sesaat. Ia mencoba mencari klu judul lagu yang terputarㅡminimal nama penyanyiㅡuntuk didengarkan sendiri. Namun, usahanya tidak membuahkan hasil. Padahal lagu itu terdengar enak untuk dinikmati sambil memilih barang.
⠀⠀⠀⠀Atensi tertuju pada jajaran sampo yang terpajang dalam rak. Beragam merk dagang serta embel-embel promosi saling berlomba menarik konsumen. Sebagian besar sudah pernah dilihat dalam pariwara singkat di televisi maupun media daring. Sayang sekali, pencariannya tak berjalan mulus.
⠀⠀⠀⠀'Hah ... varian yang biasa kupakai kosong.'
⠀⠀⠀⠀Pilihan masih jatuh pada merk yang dapat ia gunakan. Salah sampo bisa memunculkan ketombe yang tidak diinginkan. Alhasil, satu botol tanggung berisi sampo pun diambil. Semoga saja tidak ada efek samping yang buruk.
⠀⠀⠀⠀Tuan sudah hampir melangkah menuju kasir, saat jajaran rak makanan ringan tampak menarik mata. Tungkai balik melangkah menuju arah yang dimau. Layaknya anak seusia, Jaehyun masih menyukai makanan ringan. Ada beberapa produk yang memang dimasukkan dalam daftar kesukaan.
⠀⠀⠀⠀'Beli beberapa untuk stok sepertinya tidak masalah.'
⠀⠀⠀⠀Alhasil, beberapa camilan turut dibawa. Tidak banyak, sebab ia tidak membawa keranjang belanja. Mungkin cukup untuk dinikmati selama tiga hari, apa malah seminggu.
⠀⠀⠀⠀Beres dengan berbelanja, Jaehyun bergegas menuju kasir. Ia mendapati sosok yang belum pernah ditemui secara langsung. Namun, sosok ini sering lewat di sosial media. "Kau yang biasa terlihat di Gyeonghan Snap, 'kan?" tanyanya, tanpa basa-basi.
MIN HEEKYUNG
Min Heekyung menatap belanjaannya satu persatu yang melewati scanner. Sesekali melihat nominal belanjaan miliknya sambil berkomat-kamit di dalam hati agar tidak melebihi nominal yang ia perkirakan.
Orang kaya seperti Heekyung masih khawatir soal jumlah belanjaan? Min Heekyung menatap belanjaannya satu persatu yang melewati scanner. Sesekali melihat nominal belanjaan miliknya sambil berkomat-kamit di dalam hati agar tidak melebihi nominal yang ia perkirakan.
Orang kaya seperti Heekyung masih khawatir soal jumlah belanjaan?
"Totalnya dua ratus sembilan puluh sembilan ribu won." Penjaga kasir membuka suara.
Untung, hampir saja belanjaannya lebih dari perkiraan.
Sepertinya, Heekyung terlalu banyak mengambil frozen food dan camilan mahal —seperti coklat batang yang ia beli berbungkus-bungkus.
Jemarinya membuka dompet yang disimpan pada saku, kemudian memberikan sebuah kartu berpredikat platinum itu pada kasir untuk digeser.
Tidak lupa, Heekyung selalu membawa tas belanja sendiri yang ia lipat dan dimasukkan ke dalam saku. Agar tidak banyak kantong plastik yang digunakannya.
Hingga saat dirinya memasukkan belanjaan ke dalam kantung, seorang teruna —ah, yang tadi. Menyapanya secara langsung. Membuat kegiatannya terhanti sesaat.
Min Heekyung hanya menatap teruna tersebut selama beberapa saat karena tidak mengenalnya Tapi ia juga sesekali melihatnya saat berlibur di Naganeupsong. Ingat, Dia anak lelaki yang sering terlihat bersama dengan Yujeong, gadis yang menjadi teman sekelas Min Heekyung pada semester kedua.
𝘈𝘩, 𝘸𝘢𝘫𝘢𝘳 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘥𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘦𝘯𝘢𝘭𝘬𝘶, 𝘢𝘬𝘶 𝘴𝘢𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘢𝘬𝘵𝘪𝘧 𝘥𝘪 𝘴𝘰𝘴𝘪𝘢𝘭 𝘮𝘦𝘥𝘪𝘢.
Bermonolog dalam hati —sombongnya, sebelum membalas perkataan si tuan yang berada di sampingnya itu.
"Iya, itu aku. Aku Min Heekyung, dari kelas Sepuluh C. Kamu siapa? Dari kelas mana?" Ujarnya sambil mengalihkan pandangan —dengan santai agar tidak terlihat kaku di hadapan anak lelaki ini, yang ternyata satu angkatan dengan Heekyung.
"Nona, ini kartu anda." Ucap si penjaga kasir sambil menyerahkan kartu kredit kembali padanya. Heekyung mengambil kartunya kembali dan memasukkannya asal ke dalam saku jaket.
"Ah iya, Terimakasih banyak." Heekyung menjawabnya —kali ini. Padahal biasanya ia sangat cuek pada seorang penjaga kasir, spontan mungkin karena ada kawan satu sekolahnya ini.
Dirinya melanjutkan memasukkan belanjaan ke dalam tas belanja miliknya, yang sempat tertunda.
YOON JAEHYUN
⠀⠀⠀⠀Ide sekolah tentang penggunaan sosial media khusus masih dirasa sebagai ide terbaik. Pasalnya, Jaehyun bukan orang yang mau susah payah bertukar sosial media dengan orang lain. Selain jarang mengunggah sesuatu, ia tidak menemukan sisi menarik dari rutin memperbaharui status sosial media.
⠀⠀⠀⠀Unggahan tersebut hanya dirasa akan memanjakan mata orang lain. Pun, bisa saja menjadi bumerang. Kalian tidak bisa memaksakan semua orang untuk menyukai kehadiran kalian di dunia. Oleh sebab itu, lebih baik mengurangi celah orang untuk menghujat ketimbang menyumbang secara sukarela. Salah satunya adalah tidak aktif di sosial media.
⠀⠀⠀⠀Jaehyun tidak buta dan bodoh untuk mengetahui siapa saja yang rutin mengunggah sesuatu. Gadis yang memperkenalkan diri sebagai Min Heekyung adalah satu dari sekian banyak orang-orang tersebut. Tidak saling kenal buat dirinya sungkan untuk sekadar menyapa. Alhasil, seluruh unggahan hanya dilihat sekilas mata.
⠀⠀⠀⠀Sirah terangguk kecil selagi esem diulas pada bibir. "Salam kenal, Heekyung-ssi. Saya Yoon Jaehyun dari kelas A," ucapnya singkat. Bingung hendak bicara apa lagi.
⠀⠀⠀⠀Tuan perhatikan dengan saksama proses pembayaran yang dilakukan sang kawan baru. Pikiran sibuk bermain, hendak membayar dengan apa dia di sini? Kartu debit atau uang tunai? Rasanya, ia tidak menyimpan banyak uang tunai dalam dompet. Namun, belanjaan sesedikit ini terasa aneh kalau dibayar dengan kartu debit.
⠀⠀⠀⠀Bukan obrolan penting, hanya saja, "Kau terbilang berani untuk pergi sendiri, ya ...." Anak gadis identik pergi bergerombol hampir di semua tempat. Hendak pergi ke toilet saja minimal membawa satu orang. Namun, sepertinya Heekyung tidak begitu.
⠀⠀⠀⠀"Anak gadis di sekolah cenderung suka pergi bergerombol," ucapnya lagi. Entah Heekyung mendengar ucapannya sebagai apa. Ia tidak punya maksud negatif barang hanya sedikit.
⠀⠀⠀⠀Selepas Heekyung menyelesaikan pembayaran, Jaehyun pun diminta bergeser ke kasir. Satu per satu barang belanja berjalan melewati sensor. Muncul lah tulisan disertai harganya pada layar komputer kasir. Begitu terus, sampai semua barangnya telah dipindai.
⠀⠀⠀⠀`Totalnya lima puluh ribu won, Dik.`
⠀⠀⠀⠀Jaehyun bergegas merogoh saku untuk mengeluarkan alat pembayar. Hanya saja, "... Lho." Kantong celana yang dirogoh terasa kosong. Ujung jemarinya tidak berhasil menemukan sesuatu, selain gulungan kertas yang mengerut di dalam sana.
⠀⠀⠀⠀Tangan berpindah merogoh kantong jaket yang tengah dikenakan. Kantong luar, tidak ada. Kantong dalam, sama saja. Ia hanya menemukan /hotpack/ di dalam sana. Tidak ada selembar uang pun di dalam sana.
⠀⠀⠀⠀Kasir yang semula tidak begitu memerhatikan, kini mulai menunggu pergerakan Jaehyun. Arah pandang yang tertuju sudah cukup untuk membuat keringat dingin bergulir perlahan. Sungguh, itu terasa begitu mengintimidasi.
⠀⠀⠀⠀"Heekyung-ssi, apa kau sempat lihat dompetku?" Aduh, ini kurang jelas. "Dompet lipat warna abu-abu bercampur merah?"
MIN HEEKYUNG
Jaehyun, Yoon Jaehyun namanya. Teruna ini tidak seperti anak lelaki lainnya yang sangat cuek atau sombong dan terkesan tidak menyapa meskipun sering melihat wajah Heekyung.
𝘐𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘪𝘭𝘪𝘬𝘪 𝘣𝘶𝘥𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘢𝘪𝘬. Pikirnya mengenai Jaehyun, di dalam hati.
Selesai mengemasi belanjaannya, Min Heekyung melirik si teruna sekilas. Tidak sopan meninggalkannya tanpa menjawab perkataan kawan barunya yang ini terlebih dahulu, Min Heekyung tidak boleh sombong seperti dulu
"Aku seorang seniman, jadi memiliki rasa individualis yang cukup tinggi." Balasnya dengan nada suara yang sedikit berlebihan.
"Lagipula, jika ketergantungan dengan anak gadis lain itu cukup merepotkan. Tidak bisa melakukan sendiri dan pekerjaan tidak akan selesai dengan cepat 'kan?" Lanjutnya berbicara.
Sudut matanya sesekali melirik Yoon Jaehyun yang terlihat kebingungan —entah karena apa, sepertinya ia mencari sesuatu.
"Kalau begitu aku pergi dulu." Heekyung –pamit sambil memegang tas belanjaannya. Hingga si teruna menginterupsi karena dompetnya yang hilang.
"Aku belum melihatnya, dan tadi aku terlebih dahulu sampai sini, jadi aku pasti tidak akan menemukan dompetmu saat berjalan kesini.." Jawab Heekyung dengan hati-hati, Jemarinya kemudian menyimpan kembali tas belanjaan.
𝘒𝘢𝘴𝘪𝘩𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘭𝘪 𝘫𝘪𝘬𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨 𝘪𝘢 𝘬𝘦𝘩𝘪𝘭𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘥𝘰𝘮𝘱𝘦𝘵𝘯𝘺𝘢, batinnya menggerutu. Hingga gadis itu memberani-kan menawarkan diri untuk membantu Jaehyun.
"Kau gunakan saja dulu kartu milikku, sehabis itu kita bisa mencarinya disini dan saat perjalanan pulang ke asrama. Kau bisa mengganti uang milikku nanti. Bagaimana Jaehyun-ssi?"
Heekyung merogoh katunya yang berada di dalam jaket dan memberikannya begitu sama pada si penjaga kasir. Kebiasaan lamanya kambuh, ia melakukan hal tanpa menunggu jawaban orang lain.
Lagipula, tidak ada niat lain bagi Heekyung selain ingin membantu teman barunya itu, dan memang ia belum memiliki banyak teman –pula Jaehyun yang berbudi baik pada dirinya.
"Kau jangan merasa sungkan, lagipula kita teman satu sekolah." Ujarnya sambil terdiam melihat pegawai kasir yang sedang memproses pembayaran pada belanjaan milik Jaehyun.
"Kau tadi ingat jika membawanya keluar atau tidak? Karena akan susah jika memang benar-benar jatuh.. salju sedang turun dan pasti akan cepat tertutup salju jika tidak dicari sekarang.."
Si gadis melirik arloji yang terlingkar di pergelangan tangannya.
"Jam malam asrama akan berakhir tiga puluh menit lagi, Jaehyun-ssi."
YOON JAEHYUN
⠀⠀⠀⠀Disinggung soal seniman, "Apa kau seorang pelukis, Heekyung-ssi?" Pertanyaan acak meluncur begitu saja. Tidak tahu. Hanya tebakan asal.
⠀⠀⠀⠀Sebutan seniman memiliki pengertian terlalu luas. Barang kali tebakannya salah, tiada intensi untuk meminta si nona mengutarakan identitas di dunia seni. Toh, ia sendiri kurang menyukai saat orang menyebut dirinya sebagai pianis muda yang hilang. Kasus perceraian kedua orang tuanya pasti selalu disangkut pautkan.
⠀⠀⠀⠀`Lagipula, jika ketergantungan dengan anak gadis lain itu cukup merepotkan. Tidak bisa melakukan sendiri dan pekerjaan tidak akan selesai dengan cepat 'kan?`
⠀⠀⠀⠀Jaehyun menyetujui ucapan Heekyung dalam diam. Sudah sepantasnya orang tidak terlalu merepotkan, sekalipun mereka begitu dekat bagai kulit dan nadi. Ada kalanya beberapa halㅡseperti pergi ke toiletㅡtidak harus mengajak serta orang lain.
⠀⠀⠀⠀Pertanyaan penting; untuk apa? Tidak ada guna dan beda bila pergi sendiri atau bersama-sama, 'kan?
⠀⠀⠀⠀Hah ... hentikan itu semua, Yoon Jaehyun. Tidak semua orang mau dan bisa memahami argumenmu. Percuma juga hendak mengutarakan hal tersebut kepada orang lain. Lagi pula, masih ada hal yang perlu kau selesaikan, 'kan? Ke mana perginya dompetmu?
⠀⠀⠀⠀Tuturan Heekyung buat si wira semakin merasa tidak tenang. Ia semakin khawatir dengan keberadaan dompetnya sekarang. Ada beberapa kartu penting yang terselip di dalam sana. Jika sampai disalah gunakan oleh orang lain, bagaimana nasibnya nanti? Amukan sang Ayah jelas tak dapat dihindari. Konsekuensi berat pasti lah akan menanti.
⠀⠀⠀⠀"Begitu, ya. Aku merasa sudah memasukkannya ke dalam saku, tapi entah kenapa, ini tidak ada," Jaehyun kembali menimpali.
⠀⠀⠀⠀Sirah tertoleh ke sekeliling. Kedua mata terus sapukan pandang, tapi tiada hasil yang berarti. Coba bertanya dengan si kasir pun, sudah dibilang tidak ada. Hendak membongkar rekaman kamera pengawas, rasanya terlalu berlebihan untuk kelalaian pribadi.
⠀⠀⠀⠀Selagi masih dipusingkan dengan keberadaan dompet, Nona Min lebih dulu bergerak membayar belanjaan. Sebuah tindakan yang sukses buat Tuan Yoon termanggu selama beberapa sekon. Ah, sial sekali. Bukankah ini namanya baru saja merepotkan orang lain?
⠀⠀⠀⠀Tidak mungkin menolak saat semua sudah terjadi. Alhasil, jawaban ini lah yang diberi. "Terima kasih, Heekyung-ssi. Maaf malah merepotkan." Lain hari, ia berjanji akan menukar lebih banyak lagi.
⠀⠀⠀⠀Perihal jam malam sudah diingatkan oleh sang kawan. Namun, tentu saja sosok yang kehilangan masih menolak untuk pergi. Ini masih terlalu awal untuk kembali. Ia perlu menelusuri setiap sudut yang telah dilewati demi menemukan keberadaan dompet tersebut.
⠀⠀⠀⠀"Kau boleh kembali lebih dulu, Heekyung-ssi," ucap Jaehyun dengan berani, "Nanti aku menyusul kalau sudah selesai menelusuri jalan."
⠀⠀⠀⠀Satu hal yang dia tahu, paman penjaga gerbang cukup seram. Dia tak segan untuk menindak tegas siapapun yang melanggar jam malam sekolah. Biar dirinya saja yang merugi atas kelalaian sendiri. Jangan sampai Heekyung ikut terseret.
MIN HEEKYUNG
Teruna ini, Yoon Jaehyun. Ia kira sosok yang terlihat keren tapi ternyata memiliki sisi ceroboh juga ya? Fakta lain ia temukan.
Tidak baik mencemooh, pikirnya. Heekyung ingat dirinya juga pernah dalam keadaan ceroboh seperti ini atau bahkan– dalam keadaan yang lebih parah.
Salah-satunya mengonsumsi tteokbokki pedas beberapa jam sebelum penampilannya –bernyanyi. Ia mati-matian menahan rasa sakit agar tetap bisa bernyanyi dengan baik, tentunya dengan memaksakan.
Beberapa hari setelahnya, suaranya hilang dan Heekyung mengalami radang pita suara yang serius, bodohnya jika diingat. Ia hanya memikirkan perut saja, padahal konser penting akan dilakukan malam itu.
Belum beberapa kejadian bodoh lainnya seperti merobek gaun sebelum tampil serta merusak properti panggung. Min Heekyung dan kekacauannya itu bekerjasama dengan sangat baik.
Tenggelam dalam pikirannya sendiri, Heekyung menggelengkan kepalanya untuk kembali fokus pada kegiatan yang dilakukan sekarang.
"Ah- Aku seorang Pelukis. Juga penyanyi klasik dan opera, soprano." Jawabnya, ia mengambil kartunya kembali setelah digunakan oleh si Kasir untuk membayar belanjaan milik Yoon Jaehyun.
Urusannya selesai, namun apakah tega membiarkan lelaki ini mencari dompetnya sendirian pada malam hari dengan banyaknya salju diluar?
𝘈𝘬𝘶 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘯𝘵𝘶𝘯𝘺𝘢, tentu itu yang dipikirkan dalam benak Heekyung. Masih saja memiliki ego untuk menjadi seorang pahlawan.
"Aku akan membiarkanmu mengganti, terserah apa yang ingin kau berikan padaku." Jawabannya tertahan, ia gunakan tarikan nafas lain untuk melanjutkan.
"Tapi, biarkan aku untuk membantumu mencarinya malam ini? Setidaknya hingga waktu malam asrama habis. Bagaimana?"
Ada sedikit keraguan, tapi tekadnya sudah bulat untuk membantu lelaki itu.
"Tidak perlu sungkan, kataku juga. Lagipula jika terkena masalah kau tidak akan sendirian. Aku rasa itu akan menjadi lebih baik, kan?" Min Heekyung mengatakannya seolah-olah hukuman yang akan diterima hanya sebuah cubitan semut. Padahal ia sendiri juga ragu.
Jemarinya mengambil kembali tas belanjaan miliknya yang sudah dibeli pula membawakan bungkus belanjaan milik Jaehyun yang berukuran lebih kecil.
"Ayo pergi darisini dan susuri jalanan bersama? Akan lebih cepat jika mencarinya berdua." Tanpa menunggu jawaban si tuan, Heekyung mengambil belanjaannya kemudian berjalan kaki –keluar dari supermarket begitu saja.
Malam ini sudah terasa sangat dingin dengan angin dan salju yang terasa begitu menusuk hingga tulangnya meskipun sudah memakai mantel tebal.
𝘚𝘦𝘮𝘰𝘨𝘢 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘦𝘮𝘶𝘬𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢, 𝘴𝘦𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬𝘯𝘺𝘢 𝘱𝘳𝘪𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘸𝘢 𝘥𝘰𝘮𝘱𝘦𝘵𝘯𝘺𝘢. Heekyung memandang ke arah langit –yang masih menurunkan salju.
Pasti besok akan lebih sulit jika tidak menemukannya sekarang, apalagi jika menjelang pagi hari akan ada mobil yang menyingkirkan salju-salju di jalanan dan dompetnya entah kemana. Ia berpikir terlalu jauh.
Heekyung berdiri di depan pintu masuk menunggu Jaehyun –untuk menyusulnya keluar.
YOON JAEHYUN
⠀⠀⠀⠀ㅤDompet, oh, dompet. Ke mana perginya dirimu?
⠀⠀⠀⠀ㅤDalam saku celana, tidak ada. Dalam jaket, tidak ada. Dilihat Heekyung maupun kasir minimarket, juga tidak. Lantas, di mana kau berada? Apakah jatuh di tempat antah berantah? Apa malah sudah berpindah ke tangan orang tidak bertanggung jawab?
⠀⠀⠀⠀ㅤ'... Tidak, tidak. Jangan sampai.'
⠀⠀⠀⠀ㅤDalam kebingungan yang tengah menggerayangi diri, Jaehyun masih sempat terperangah. "Sungguh, Heekyung-ssi?" Jujur saja, ini kali pertama setelah sekian tahun berlalu, ia bisa bertemu dengan orang dari dunia musik klasik.
⠀⠀⠀⠀ㅤAnak seusia mereka lebih banyak menggemari aliran musik kekinian. Musik klasik mungkin dianggap kuno dan lebih rumit untuk dipahami. Banyak teknik yang perlu diperhatikan demi menghasilkan penampilan terbaik.
⠀⠀⠀⠀ㅤ"Luar biasa .... Baru kali ini aku bertemu dengan seorang penyanyi klasik muda." Sudah terlalu sering bertemu dengan wanita yang mulai beranjak dewasa. Apa malah sudah seusia ibunya.
⠀⠀⠀⠀ㅤMari fokuskan pikiranmu lebih dulu, Jaehyun. Jangan pikirkan soal musik klasik. Yah, meskipun batinmu bergejolak minta membahas topik tersebut. Lebih baik diam dulu, ya? Pikirkan nasib kartu penting yang kau bawa.
⠀⠀⠀⠀ㅤ`Tapi biarkan aku untuk membantumu mencarinya malam ini? Setidaknya hingga waktu malam asrama habis. Bagaimana?`
⠀⠀⠀⠀ㅤJawaban Heekyung agaknya buat Jaehyun termanggu. Gadis itu ... serius bicara begitu? Ia tidak keberatan sama sekali kalau harus mengulur waktu?
⠀⠀⠀⠀ㅤ`Lagipula jika terkena masalah kau tidak akan sendirian. Aku rasa itu akan menjadi lebih baik, kan?`
⠀⠀⠀⠀ㅤKali ini, Jaehyun jauh lebih terkejut. Pasalnya, ia tidak menyangka akan ditawari bantuan seperti ini. Dibantu mencari saja sudah bersyukur. Bagaimana kalau dibantu menanggung risiko dimarahi penjaga gerbang?
⠀⠀⠀⠀ㅤKecerobohan semacam ini arang terjadi dalam hidup serba teratur milik Yoon Jaehyun. Ia terbiasa mempersiapkan ini dan itu dengan baik supaya menghindari kelalaian sekecil apapun. Namun, tampaknya Tuhan ingin memberi pelajaran lain. Mungkin ini cara yang tepat untuk berinteraksi dengan orang lain.
⠀⠀⠀⠀ㅤHanya saja ... apa dia boleh protes karena diberi jalan seperti ini?
⠀⠀⠀⠀ㅤSang wira tidak memiliki intensi untuk tampil apik di hadapan orang lain. Pun, sudah cukup mengakui kelalaian sendiri. Sangat disayangkan karena dirinya harus melibatkan orang lain dalam kesalahan ini.
⠀⠀⠀⠀ㅤ"Terima kasih atas bantuanmu, Heekyung-ssi." Sungguh, Jaehyun tidak tahu harus berkata apa lagi. "Kalau begitu, tolong tunggu sebentar."
⠀⠀⠀⠀ㅤSebelum semakin membuang waktu percuma, sang wira lekas melaku langkah tinggalkan tempat semula. Masih ditemani dengan kantong belanja yang isinya tak seberapa, ia pun berjalan menelusuri minimarket. Jajaran rak yang dihampiri kembali diperiksa, meskipun tidak membuhkan hasil apa-apa.
⠀⠀⠀⠀ㅤMerasa tidak menemukan apapun, Jaehyun melangkah kembali ke dekat Heekyung. "Sudah kucoba berkeliling ke tempat yang kulewati di minimarket, tapi belum ketemu," ucapnya dengan intonasi yang sarat akan kekecewaan.
⠀⠀⠀⠀ㅤAtensi sempat tertuju pada butiran putih yang jatuh semakin banyak. Tangan kanan menengadah ke atas guna rasakan salju tersebut. "Wah ... saljunya masih deras. Berarti kita harus bergegas."
⠀⠀⠀⠀ㅤKedua tungkai bergerak cepat untuk kembali ke jalan utama. Salju masih belum seberapa dan tampaknya masih memungkinkan untuk mencoba. Semoga saja tidak terlambat atau ditemukan orang lain.
⠀⠀⠀⠀ㅤ"Aku coba cari di sini. Bagaimana kalau kau coba cari di sana, Heekyung-ssi?" Berbagi tugas supaya lebih cepat tidak masalah, 'kan?
MIN HEEKYUNG
Akhirnya mereka berdua meninggalkan tempat belanja tersebut. Karena dompet milik Jaehyun tidak dapat ditemukan di dalam minimarket, tidak ada pilihan lain selain mencarinya di luar.
Heekyung menjauh dari pintu minimarket. Kini ia berada di jalanan utama yang mereka lewati jika ingin ke toko serba ada versi mini itu.
𝘚𝘦𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴𝘯𝘺𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘵𝘦𝘮𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘤𝘦𝘱𝘢𝘵 𝘥𝘪𝘤𝘢𝘳𝘪, 𝘬𝘢𝘯? 𝘓𝘢𝘨𝘪𝘱𝘶𝘭𝘢 𝘫𝘢𝘳𝘢𝘬 𝘴𝘦𝘬𝘰𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘮𝘱𝘢𝘵 𝘪𝘯𝘪 𝘴𝘢𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘥𝘦𝘬𝘢𝘵. Heekyung yang coba berpikir positif pun mulai mencari dompet itu kembali. Di kepalanya juga berputar mengenai ciri-ciri si dompet, antara lain berbentuk dompet lipat, berwarna abu-abu campur merah.
"Baiklah, akan aku cari di sini." Tentu saja ia langsung menyetujui ide baik dari Jaehyun. Jika mereka mencarinya bersama, tidak berpencar seperti itu, akan lebih lama menemukannya. Ditambah lagi waktu mereka yang semakin menipis.
Di tangannya, ia memang membawa kantung belanja yang cukup besar. Tidak heran kantung belanjanya cukup besar mengingat yang dibelinya adalah untuk persediaan di asrama. Memang Heekyung masih sanggup mengangkatnya, meskipun tidak bohong kalau agak kurang bebas mencari dengan tangan yang penuh.
Namun, hal itu tidak membuat niat si gadis Min surut. Ia sungguh berharap mereka dapat menemukan dompet sang tuan, terlepas dari batasan jam malam yang diperbolehkan.
Min Heekyung menapaki jalan utama tersebut sembari melihat-lihat pada sudut yang ada, seperti di sisi-sisi dari tanaman di samping jalan maupun di dekat tempat sampah. Karena tangannya sudah sibuk, ia lebih banyak menggerakan tubuh bagian lain.
Kepala Heekyung menjorok ke arah sudut-sudut yang ingin dilihatnya agar tidak melewatkan satu hal pun, bahkan berjongkok tiap melihat sesuatu berwarna abu-abu.
Sayangnya, hasil pencarian masih nihil. Ia merasa sudah melihat sekitar dengan teliti, tapi masih belum melihat dompet yang dimaksud.
𝘒𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢 𝘴𝘶𝘴𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘭𝘪 𝘥𝘪𝘵𝘦𝘮𝘶𝘬𝘢𝘯, 𝘺𝘢? Ia jadi sedikit khawatir, padahal sebelumnya sudah bersikap positif. Apalagi jalanan yang harus dilewati tinggal sedikit sebelum mencapai gerbang sekolah.
Karena jarak mereka tidaklah jauh, Heekyung hanya perlu menaikan sedikit volume suaranya saat berbicara. "Apakah kamu sudah menemukannya, Jaehyun-ssi?" Ia juga menoleh ke arah teman seangkatannya itu saat melontarkan pertanyaan tersebut.
Sebelum diberikan jawaban, sang puan memberikan pertanyaan lain. Heekyung sadar ia sudah menanyakan hal ini tadi di dalam minimarket, namun ingatan pemilik adalah salah satu hal kuat yang harus dipertimbangkan selain mencarinya.
"Jaehyun-ssi, maaf bertanya lagi, apakah benar-benar yakin bahwa dompetnya tadi sudah masuk saku?" Tiba-tiba Heekyung jadi berpikir akan lebih baik kalau mereka atau salah satunya mempunyai kekuatan seorang ibu.
Saat kesulitan mencari barang, seorang ibu biasanya langsung menemukan barang yang ditemukan secara ajaib ㅡpadahal lokasi pencariannya sudah sama. Andaikan saja begitu.
YOON JAEHYUN
⠀⠀⠀⠀Perasaan tak enak kian menggerayangi diri dan menghimpit batin. Sirah kian berkedut seiring dengan kaki yang menapak di atas hamparan salju. Buku-buku jemari Jaehyun terasa kian membeku. Keringat dingin mengalie deras dari setiap telapak, baik tangan maupun kaki. Begitu pula pada bagian punggung yang mulai terasa basah.
⠀⠀⠀⠀Malam ini terasa begitu dingin daripada hari biasa. Apalagi salju kembali turun menghujani kota. Orang normal seharusnya lekas masuk ke dalam hunian masing-masing dan menghangatkan diri. Nah, ini? Mereka berdua malah sibuk menunduk memeriksa jalanan.
⠀⠀⠀⠀Perasaan tidak enak kian memperparah kekalutan malam ini. Demi Tuhan, Jaehyun merasa tidak enak pada Heekyung. Gadis itu seharusnya bisa lekas kembali ke asrama, tapi sekarang malah repot menangani kecerobohan yang ia perbuat.
⠀⠀⠀⠀Andai Jaehyun ada di posisi sang kawan, mungkin tidak akan menawarkan bantuan untuk mencari. Dia sudah pasti mengajak kawannya kembali, merelakan itu, dan berusaha melakukan tindakan antisipasi. Memblokir rekening dan melaporkan hal tersebut pada kantor kepolisian terdekat adalah hal terbaik. Plus, meyakinkan kalau orang tuanya tidak akan marah terlalu lama atas kecerobohan sang kawan.
⠀⠀⠀⠀Iya, kalau memang bisa, sih, begitu.
⠀⠀⠀⠀Sayang sekali, Jaehyun ada di posisi orang yang kehilangan.
⠀⠀⠀⠀Alih-alih takut dengan amarah sang Ayah, sang wira justru takut identitasnya disalah gunakan oleh orang lain. Sebagaimana orang tuanya menjaga identitas sang putra semata wayang, sebesar itu lah kekhawatiran dirinya saat ini. Kartu identitas miliknya bisa saja disalah gunakan oleh orang-orang yang mengerti statusnya dalam masyarakat.
⠀⠀⠀⠀Kejahatan muncul karena ada kesempatan, bukan hanya sekadar niat. Kalau sudah begini, jelas dia yang membukakan kesempatan, 'kan? Hendak melapor polisi juga tiada guna. Kasus yang mereka tangani begitu banyak dan kehilangan dompet hanyalah hal remeh. Sederet ceramah bisa jadi tak dapat dihindari. Sekali lagi, dia lah yang sudah bertindak ceroboh. Jangan harap dunia mau bersimpati.
⠀⠀⠀⠀Jaehyun masih memfokuskan pencarian pada bagian yang telah ia tentukan sendiri. Tubuh yang semula berdiri tegak, kini turun perlahan dekati permukaan tanah. Ia berjongkok sembari mengais-ais salju yang menutup sebagian tempat. Dinginnya salju tak lagi terasa, sebab ujung jemarinya nyaris sama dingin dengan mereka. Demi menemukan dompet, apapun mau dilakoni.
⠀⠀⠀⠀Menit demi menit berlalu. Tuan menelusuri tempat tersebut dengan posisi berjongkok. Sesekali bergeser ke samping seperti kepiting, tapi tak jarang ia berdiri. Luruskan punggung yang mulai mati rasa akibat terlalu lama bertahan di posisi serupa.
⠀⠀⠀⠀'Wah, gila. Aku mengajak orang lain merasakan semua ini. Padahal dia tidak tahu apa-apa.'
⠀⠀⠀⠀Tendas terangguk pelan tatkala pertanyaan tersebut diajukan. "Aku ingat benar kalau sudah dimasukkan ke dalam saku ...." Aduh. Saku mana, ya? Kalau tidak salah, sih, saku mantel. Bukan saku celana. Namun, siapa tahu ingatan jangka pendeknya sedang kambuh di saat tidak tepat?
⠀⠀⠀⠀Arah pandang tertuju pada kantong yang tengah dijinjing. "Heekyung-ssi, mau kubawakan?" Barang belanjaannya tidak terlihat sedikit. Siapa tahu dia bisa ikut meringankan beban sang kawan?
⠀⠀⠀⠀Jarum jam terus bergerak seiring dengan proses pencarian. Tiada hasil yang didapat. Hanya pegal dan dingin lah yang dirasa. Mau tidak mau, mereka harus segera kembali sekarang. Jangan sampai membawa masalah baru untuk si nona.
⠀⠀⠀⠀Kedua tangan ditangkupkan membentuk gestur meminta maaf. "Maaf sudah merepotkanmu, Heekyung-ssi. Terima kasih sudah mau membantuku di tengah hujan salju begini," ucapnya tanpa ragu. Sekali lagi, dia lah yang bertindak ceroboh di sini.
⠀⠀⠀⠀"Ini kurang ... lima menit lagi menuju gerbang ditutup." Kegugupan baru kembali muncul dalam benak. Luar biasa sekali hari ini. Ada saja halang rintang yang terasa, ya. Ucapan pun buru-buru diralat, "... Ah, sekarang empat menit."
⠀⠀⠀⠀Hanya ada satu hal yang mungkin dilakukan saat ini, "... Mau lari sampai gerbang?"
MIN HEEKYUNG
Heekyung yang mendengarkan jawaban Jaehyun pun tidak bisa berbuat apa-apa. Jika si pemilik dompet sendiri tetap mengingat letak terakhirnya adalah di saku, sedangkan hasil pencarian mereka nihil, mereka benar-benar kehilangan jejak dompet itu.
"Bagaimana, ya ㅡsayang sekali dompetnya," ucapnya prihatin dengan suara yang cukup pelan sembari melihat keadaan sekitar yang cukup sepi, mengingat cuaca yang sedang dingin. Ucapannya tersebut terdengar seperti gumamam untuk diri sendiri.
Min Heekyung menoleh ke arah Jaehyun kala atensi si lelaki fokus dengan barang belanjaan yang dibawa olehnya. "Ah, kamu mau membantu? Kalau begitu maaf merepotkan sampai di sekolah nanti, ya."
Biasanya Heekyung akan menolak, apalagi jika ia masih sanggup. Namun, tidak bisa disangkal bahwa ia merasa lelah lebih cepat akibat kondisi di luar ruangan memang sedang tidak bersahabat. Gadis itu menyerahkan salah satu kantung belanjanya kepada Jaehyun.
Tapi apa yang bisa diperbuat oleh keduanya saat dompet tersebut masih belum ditemukan. Heekyung sendiri dapat merasakan udara dingin pada wajahnya terlepas dari pakaian yang dipakai sudah cukup hangat.
Apalagi saat mendengarkan permintaan maaf dari lelaki muda Yoon itu yang pasti merasa tidak enak terhadap dirinya. "Tidak apa-apa. Aku yang menawarkan diri untuk membantumu. Sayang sekali kita tidak bisa menemukannya." Helaan kecil keluar dari bibir si gadis, ia menyayangkan kejadian tersebut.
Yang mereka bisa usahakan sekarang adalah untuk tidak melewati batasan jam malam. Jaehyun yang mengingatkan hal tersebut, membuat Heekyung sedikit melupakan rasa dingin pada wajahnya.
"Jangan menghitungnya ㅡayo kita lari." Setelah setuju, kedua murid SMA Gyeonghan itu menggerakan kaki masing-masing dengan cepat. Meskipun setiap orang membawa kantung belanjaan, mereka tidak bisa berhenti berlari.
𝘚𝘦𝘥𝘪𝘬𝘪𝘵 𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘴𝘢𝘮𝘱𝘢𝘪. 𝘈𝘺𝘰, 𝘔𝘪𝘯 𝘏𝘦𝘦𝘬𝘺𝘶𝘯𝘨! Ia menyemangati dirinya sendiri. Untung saja jarak tempat belanja dan sekolah memang tidak jauh. Hanya beberapa langkah sampai mereka mencapai gerbang.
Tungkainya terus bergerak di atas hamparan salju tipis pads permukaan jalan. Kini, ia bisa melihat penjaga gerbang sudah bersiap untuk menarik pagar. Di saat seperti ini, sosok arogan Heekyung yang dulu pasti tidak akan terima bila ia tidak bisa masuk, apapun caranya. Namun, di sini lah ia sekarang yang berusaha sekuat tenaga.
"Ahjussi, kami sampai. Kami sampai," serunya begitu mencapai gerbang dengan nafas tersengal-sengal. Mereka hampir tidak bisa masuk jika terlambat beberapa detik saja. 𝘚𝘺𝘶𝘬𝘶𝘳𝘭𝘢𝘩.
"Lain kali jangan terlalu mepet ya, nak. Hampir saja ditutup."
Heekyung membungkukan badan ketika diberi izin untuk masuk. Ia berterimakasih hanya diberikan nasihat dan tidak dimarah. Walaupun sedari awal ia sudah menguatkan diri kalau kalau resiko terburuk terjadi, tetapi hasil seperti ini tentu lebih diinginkan.
YOON JAEHYUN
@gnh_syuna
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀──╼━━━
⠀⠀⠀⠀Jaehyun tidak berniat membantah ucapan Heekyung. Memang benar, sayang sekali semua ini harus terjadi. Dompet adalah benda berharga yang harus dijaga oleh setiap orang. Beragam hal penting selain uang terselip di dalam sana. Kalau tipikal orang yang kurang menyukai penggunaan uang tunai, hal tersebut akan terasa lebih fatal.
⠀⠀⠀⠀Napas panjang dihembus bersama rasa pasrah yang bercampur kesal. Asap putih tampak membumbung tinggi hangatkan cuping hidung sang wira. "Mungkin hari ini bukan hari keberuntunganku, Heekyung-ssi," ucapnya, berusaha menyembunyikan kegetiran yang tengah dirasa.
⠀⠀⠀⠀Kantong belanja milik nona telah berpindah ke tangan. Tidak seberat yang ia kira. Masih cukup ringan untuk tenaga seorang lelaki. Acungan jempol diberi sebagai tanda persetujuan untuk membantu. Hitung-hitung ini langkah awalnya membalas budi.
⠀⠀⠀⠀Namun, mari coba berpikir lebih realistis.
⠀⠀⠀⠀Mereka berencana untuk berlari menembus sisa waktu yang tak seberapa. Mengejar waktu sebelum gerbang benar-benar tertutup. Barang belanjaan ini bisa saja jatuh tercecer apabila tidak berhati-hati dalam melangkah. Bisa saja ada masalah baru, 'kan? Nah, pertanyaannya, bagaimana cara untuk memastikan barang ini aman sampai berpindah tangan kepada pemilik asli?
⠀⠀⠀⠀"Ya, ya, ya!"
⠀⠀⠀⠀Gawat. Terlalu lama berpikir, Heekyung sudah lebih dulu melesat pergi. Jaehyun yang masih di belakang hanya berlari pelan, sebab masih sibuk mengikat kantong. Bahaya sekali kalau sampai tercecer. Barang milik orang masa mau dijatuhkan juga? Apa tidak semakin terlihat ceroboh?
⠀⠀⠀⠀Usai memastikan kantong tersebut aman, sang tuan memposisikannya dalam dekap. Sudah diikat kencang, seharusnya bisa aman sampai tujuan. Lari secepat mungkin menyusul ketertinggalan yang telah terbentang di antara mereka berdua. Plus, terus merapal doa supaya diberi keselamatan sampai di sekolah.
⠀⠀⠀⠀Berulang kali Jaehyun berusaha menghindari lapisan salju. Tumpukan putih yang mulai terbentuk di jalanan perlu dihindari. Salah langkah sedikit, bisa-bisa jatuh tergelincir dan melukai diri sendiri. Timbul lagi masalah baru yang semakin membuat kepala pusing tujuh keliling.
⠀⠀⠀⠀'Tinggal sedikit! Ayo, bisa! Bisa!'
⠀⠀⠀⠀Harus bisa menjaga diri sampai akhirnya ..., "Paman! Tunggu!!" Tidak kuat lagi, seruan lantang diberikan kepada soson penjaga gerbang.
⠀⠀⠀⠀`Lain kali jangan terlalu mepet ya, nak. Hampir saja ditutup.`
⠀⠀⠀⠀Wah, apa ini? Mereka benar-benar selamat? Lihat itu! Gerbang baru bergerak dan benar-benar tertutup setelah mereka masuk ke lingkungan sekolah! Apakah ini berarti, "... Kita sampai dengan selamat. Iya, 'kan?!" Bukan hal penting yang perlu diselebrasikan.
⠀⠀⠀⠀Kantong belanja dalam dekap buru-buru diserahkan kepada sosok di hadapan. "Kurasa semuanya aman sampai sini tanpa ada yang terjatuh, Heekyung-ssi." Iya, benar. Tidak ada yang terjatuh seperti dompetnya yang entah di mana sekarang.
⠀⠀⠀⠀Malam kian larut seiring dengan pergerakan jarum jam. Salju terus turun dan membuat suhu sekitar jadi lebih dingin. Sekali lagi, "Terima kasih sudah membantu, Heekyung-ssi. Ayo lekas kembali ke kamar untuk menghangatkan diri."
⠀⠀⠀⠀Relakan saja soal dompet itu. Jaehyun akan memblokir semua rekeningnya esok pagi.
⠀⠀⠀∕∕ @gnh_syuna ∕ +14
MIN HEEKYUNG
"Terima kasih, Ahjussi," ucap Heekyung sekali lagi sebelum berjalan menjauhi gerbang, juga si penjaga gerbang.
Baiklah. Mereka berhasil kembali ke sekolah tanpa harus melanggar peraturan sekolah mereka. Senang? Tentu saja.
"Hahaha, iya, kita selamat. Untungnya begitu." Meskipun ada tawa, tawanya sedikit hambar. Ia tidak tahu apakah hal tersebut patut ditertawakan atau tidak, ia senang karena berhasil tidak melanggar atau karena merasakan pengalaman baru hampir terkunci di luar. Agak membingungkan, tapi mari diabaikan saja.
Yang paling penting adalah mereka belum beruntung karena barang yang dicari belum ditemukan. Tapi mereka sudah cukup berusaha untuk itu ㅡsudah benar-benar berusaha di bawah cuaca yang bisa saja membuat jari-jari mereka kaku.
Ketika Jaehyun menyerahkan kantung belanja miliknya, Heekyung segera menerima. Untung saja ada tenaga tambahan yang bersedia membantu Heekyung. Ia merasa telah sedikit banyak merepotkan Jaehyun, tapi juga bersyukur.
"Terima kasih sudah membawakan sebagian belanjaanku, Jaehyun-ssi." Kini seluruh belanjaan Heekyung telah kembali ke kuasanya. Kedua tangan penuh dengan kantung belanja lagi.
Karena antara gedung asrama murid perempuan dan laki-laki terpisah, maka keduanya harus berpisah. "Baiklah, sampai jumpa lagi, Jaehyun-ssi. Semoga masalah dompet bisa diselesaikan ya." Heekyung akan mendoakan yang terbaik untuk lelaki bermarga Yoon itu.
Keduanya pun menempuh jalan yang berbeda. Tungkai Heekyung membawa tubuhnya ke lokasi gedung asrama putri berada.
Jika dipikirkan kembali, cukup banyak hal terjadi dalam waktu yang singkat. Heekyung yang niatnya pergi belanja saja, malah mengalami hal-hal yang belum pernah dialaminya. Kemungkinan besar kejadian tersebut akan muncul di ingatannya dengan mudah sebab kejadian tersebut bukanlah peristiwa yang biasa terjadi bagi gadis Min.
Heekyung ingin cepat-cepat sampai di gedung timur yang merupakan asrama murid perempuan, membereskan barang belanjaannya, sekaligus beristirahat di 007 ㅡkamarnya. Mungkin segelas susu hangat juga akan bagus untuk tubuhnya yang sudah terlalu lama di luar ruangan.
(Semoga Jaehyun-ssi baik-baik saja) Terlepas dari rencananya, Heekyung membatin diikuti dengan helaan nafas selagi berjalan pulang.
fin.
Comments